A. Judul
Penelitian
Upaya Meningkatkan Keterampilan
Menulis Pantun Melalui Penerapan Model Pembelajaran Examples Non Examples Pada
Siswa Kelas VII C SMP Negeri 7 Singkawang.
B. Latar
Belakang
Pendidikan
merupakan modal awal manusia untuk terus berkembang di jaman moderen saat ini.
Pendidikan menjadi bekal yang penting bagi tiap bangsa untuk menunjang tumbuh
kembang sumber daya manusianya. Berbagai macam cara dilakukan dalam mendukung
perkembangan pendidikan ditiap negara, seperti halnya Indonesia banyak melakukan
berbagai cara untuk meningkatkan pendidikan itu sendiri. Dengan adanya upaya
meningkatkan mutu pendidikan maka secara tidak langsung seluruh komponen yang
terdapat di dalamnya mesti turut serta dalam mewujudkan peningkatan mutu
pendidikan. Hal ini mesti didukung secara penuh agar apa yang dituju dapat
terealisasi secara nyata.
Pembuktian
peningkatan mutu pendidikan dapat kita jumpai pada tiap-tiap sekolah, seperti
para guru menggunakan media, metode, maupun model pembelajaran yang beragam
demi untuk mewejudkan mutu pendidikan itu sendiri. Cara yang dilakukan para
guru berlaku pada semua mata pelajaran. Secara khusus guru bidang studi bahasa
Indonesia menerpakna berbagai macam model pembelajaran agar mampu meningkatkan
keterampilan berbahasa siswa. Penerapan model pembelajaran yang dilakukan guru
bertujuan untuk menilai yang manakah model pembelajaran yang cocok digunakan
ditiap materi yang berbeda. Khususnya pada pembelajaran bahasa Indonesia di
sekolah menjadi komponen penting dalam upaya pengembangan keterampilan
berbahasa. Oleh karena itu, pembelajaran bahasa Indonesia diarahkan untuk
meningkatkan kemampuan siswa dalam berkomunikasi, baik secara lisan maupun
tertulis. Selain itu, melalui pembelajaran bahasa Indonesia diharapkan pula
dapat menumbuh rasa menghargai karya cipta manusia dalam diri siswa. Dengan
demikian, hakikat dari pembelajaran bahasa Indonesia dapat terwujud.
Pembelajaran
bahasa Indonesia mencakup empat keterampilan berbahasa yaitu keterampilan
menyimak, membaca, berbicara, dan menulis. keempat keterampilan tersebut dalam
pembelajaran bahasa Indonesia, diharapkan dapat dilaksanakan secara terpadu,
tidak terpisah-pisah. Keterpaduan itu merupakan wujud dari proses komunikasi
yang melibatkan keempat keterampilan berbahasa secara terpadu. Berdasarkan
empat keterampilan berbahasa maka dalam penelitian ini akan mengangkat suatu
masalah dalam meningkatkan keterampilan menulis pantun siswa melalui penerapan
model pembelajaran examples non examples.
Dilihat
dari segi kompetensi berbahasa, menulis merupakan keterampilan yang produktif
dan ekspresif; menghasilkan bahasa. Dilihat dari pengertian secara umum,
menurut Nurgiyantoro (2010:425) “Menulis adalah aktivitas mengemukakan gagasan
melalui media bahasa”. Tarigan (2008:4) mengungkapkan “Keterampilan menulis
merupakan suatu ciri dari orang yang terpelajar atau bangsa yang terpelajar”.
Dengan demikian, keterampilan menulis siswa perlu ditingkatkan sejak dini. Keterampilan
menulis memiliki peranan penting bagi siswa. Pertama, memudahkan siswa untuk berpikir
kritis. Kedua, memperdalam daya tanggap atau persepsi siswa. Melalui kegiatan
menulis, guru dapat mendorong peningkatan keterampilan berpikir tingkat tinggi.
Peningkatan keterampilan menulis siswa bertujuan untuk meningkatkan
keterampilan siswa dalam mengungkapkan informasi dengan berbagai bentuk
tulisan, misalnya dalam bentuk rangkuman, teks berita, dan mengungkapkan pikiran
dan perasaan dalam pantun.
kenyataan yang peneliti temukan bahwa keterampilan menulis
pantun pada siswa kelas VII C masih rendah dibandingkan dengan kelas VII A dan
VII B dengan nilai KKM 70. Kenyataan tersebut dapat diketahui dari hasil tes
yang telah dilakukan guru yang menunjukkan bahwa dari 26 siswa, hanya 2 siswa yang
dapat dikategorikan tuntas belajar dengan nilai 70, dan siswa lain
dikategorikan belum tuntas dengan rata-rata 41,56. Sehubungan dengan hal
tersebut, rata-rata nilai keseluruhan siswa kelas VII C mendapatkan nilai
46,92. Oleh karena itu, dalam penelitian ini, peneliti
memfokuskan pada kelas VII C.
Berdasarkan
hasil wawancara peneliti dengan guru mata pelajaran bahasa Indonesia kelas VII C ditemukan beberapa masalah yang
selama ini dihadapi guru dalam proses pembelajaran menulis pantun.
Masalah-masalah tersebut yaitu, pertama rendahnya keterampilan siswa dalam menulis
pantun, kedua kurangnya keaktifan siswa untuk terlibat dalam proses
pembelajaran menulis pantun, ketiga kurangnya perhatian siswa terhadap
pembelajaran menulis pantun, dan keempat kemauan dan keseriusan siswa untuk
belajar berkelompok sangat rendah, misalnya siswa hanya diam, mengganggu teman
yang berdiskusi, serta tidak berani mengajukan pendapat.
Permasalahan-permasalahan tersebutlah yang selalu dihadapi guru dalam
pembelajaran menulis pantun.
Berdasarkan
observasi peneliti, beberapa masalah yang muncul dalam proses pembelajaran menulis
pantun di kelas VII C disebabkan oleh beberapa faktor. Faktor-faktor tersebut
antara lain ketidak tepatan guru dalam memilih model pembelajaran, penggunaan
media pembelajaran belum secara maksimal, dan teknik mengajar guru yang kurang
bervariasi. Berdasarkan ketiga faktor tersebut, faktor yang paling berpengaruh
terhadap rendahnya keterampilan menulis pantun siswa adalah faktor pemilihan
model pembelajaran.
Berdasarkan
kenyataan tersebut, diperlukan suatu upaya untuk mengatasi masalah-masalah yang
muncul dalam pembelajaran menulis pantun. Sehubungan dengan hal tersebut, dalam
penelitian ini, upaya yang akan dilakukan peneliti bersama guru mata pelajaran
Bahasa Indonesia kelas VII C adalah dengan menggunakan model pembelajaran examples non examples. Penggunaan model
pembelajaran examples non examples merupakan suatu alternatif untuk mengatasi
masalah-masalah yang muncul dalam pembelajaran dan sekaligus sebagai upaya
untuk meningkatkan keterampilan menulis pantun siswa.
Model
pembelajaran examples non examples merupakan model pembelajaran yang
mengelompokkan siswa dalam kelompok kecil dan menggunakan media sebagai
perangsang siswa memahami keterampilan. Selain itu, dalam model pembelajaran examples non examples siswa didorong untuk saling membantu, memotivasi, dan menguasai keterampilan yang
diberikan oleh guru. Model pembelajaran ini, menempatkan siswa dalam kelompok belajar yang
beranggotakan 2−3 orang. Kelompok belajar tersebut merupakan campuran siswa menurut tingkat
prestasi, jenis kelamin, ataupun suku. Proses pembelajaran dengan model
pembelajaran examples non examples yakni, guru
menyiapkan media yang akan digunakan sebagai bahan analisis siswa, kemudian
siswa belajar secara berkelompok untuk menganalisis media yang ditampilkan
tersebut dan berusaha untuk memastikan jika seluruh anggota kelompok telah
menguasai keterampilan yang diharapkan.
Berpijak pada uraian di atas, maka peneliti memilih tema “Upaya Meningkatkan
Keterampilan Menulis Pantun Melalui Penerapan Model Pembelajaran Examples Non Examples Pada Siswa Kelas VII C SMP Negeri 7
Singkawang”. Diharapkan dengan menggunakan model
ini dapat meningkatkan pemahaman dan mengurangi kebosanan
siswa sehingga dapat membangun motivasi siswa untuk meningkatkan kemampuan menulis pantun.
C. Identifikasi
Masalah
1. Masih
rendahnya keterampilan siswa dalam menulis pantun.
2. Siswa
cenderung pasif dalam proses pembelajaran.
3. Kurangnya
minat siswa dalam proses pembelajaran menulis pantun.
D. Masalah
Berdasarkan
identifikasi masalah di atas maka batasan masalah penelitian ini adalah “Upaya
Meningkatkan Keterampilan Menulis Pantun Melalui Penerapan Model Pembelajaran Examples Non Examples Pada Siswa Kelas VII C SMP Negeri 7 Singkawang
?
Berdasarkan
pembatasan masalah yang ada maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut:
1. Bagaimanakah
Perencanaan Pembelajaran Keterampilan Menulis Pantun Melalui Penerapan Model
Pembelajaran Examples Non Examples Pada Siswa Kelas VII C SMP Negeri 7 Singkawang
?
2. Bagaimanakah
Proses Pelaksanaan Pembelajaran Keterampilan Menulis Pantun Melalui Penerapan
Model Pembelajaran Examples Non Examples Pada Siswa Kelas VII C SMP Negeri 7
Singkawang?
3. Bagaimanakah
hasil Pembelajaran Keterampilan Menulis Pantun Melalui Penerapan Model
Pembelajaran Examples Non Examples Pada Siswa Kelas VII C SMP Negeri 7 Singkawang
?
E. Hipotesis
Tindakan
Hipotesis tindakan dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut.
1.
Terdapat peningkatan proses pelaksanaan
pembelajaran keterampilan menulis pantun melalui penerapan model Examples non Examples pada siswa kelas
VII C SMP Negeri 7 Singkawang.
2.
Terdapat peningkatan hasil pembelajaran keterampilan
menulis pantun melalui penerapan model Examples non Examples pada siswa kelas
VII C SMP Negeri 7 Singkawang.
F. Tujuan
Dilihat dari batasan masalah
di atas maka akan mendapatkan suatu gambaran tentang “Upaya Meningkatkan
Keterampilan Menulis Pantun Melalui Penerapan Model Pembelajaran Examples Non Examples Pada Siswa Kelas VII C SMP Negeri 7 Singkawang”.
Berdasarkan rumusan masalah di
atas, maka penelitian ini memiliki tujuan yang ingin dicapai yaitu untuk
mendeskripsikan tentang:
1. Perencanaan
Pengajaran Keterampilan Menulis Pantun Melalui Penerapan Model Pembelajaran Examples Non Examples Pada Siswa Kelas VII C SMP Negeri 7 Singkawang.
2. Proses
Pelaksanaan Pengajaran Keterampilan Menulis Pantun Melalui Penerapan Model
Pembelajaran Examples Non Examples Pada Siswa Kelas VII C SMP Negeri 7 Singkawang.
3. hasil
Pengajaran Keterampilan Menulis Pantun Melalui Penerapan Model Pembelajaran Examples Non Examples Pada Siswa Kelas VII C SMP Negeri 7 Singkawang.
G. Manfaat
1.
Manfaat Teoretis
Secara teoretis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat dalam kegiatan
belajar mengajar bidang studi bahasa Indonesia, yaitu dalam pembelajaran menulis
puisi menambah khasanah pengembangan pengetahuan menulis puisi dan pengembangan
model pembelajaran menulis puisi dengan menggunakan model pembelajaran examples non examples .
2.
Manfaat Praktis
Manfaat praktis penelitian ini antara
lain sebagai berikut.
a. Bagi
peneliti, mengetahui peningkatan keterampilan menulis puisi siswa setelah
dilaksanakan proses pembelajaran menulis puisi dengan menggunakan model pembelajaran examples non examples .
b. Bagi
guru
1) Memberikan solusi pada kesulitan pelaksanaan
pembelajaran menulis puisi dengan menggunakan model pembelajaran examples non examples .
2) Sebagai suatu pilihan untuk menerapkan satu
di antara model pembelajaran yang tepat untuk meningkatkan
proses pembelajaran menulis puisi.
c. Bagi
siswa
1) Sebagai sarana meningkatkan keterampilan
menulis puisi.
2) Sebagai
sarana untuk meningkatkan
motivasi belajar terutama dalam pembelajaran menulis puisi.
d. Bagi
peneliti selanjutnya, sebagai bahan perbandingan dan referensi penelitian yang
berhubungan dengan upaya peningkatan keterampilan menulis, khususnya
keterampilan menulis puisi.
H. Ruang
Lingkup Penelitian
Penelitian memerlukan ruang lingkup hal ini dimaksudkan untuk
memberi batasan terhadap suatu kajian agar tidak terlalu luas. Ruang lingkup
dalam penelitian ini dibagi menjadi dua bagian yaitu.
1.
Variabel Tunggal
Variabel tunggal
dalam penelitian ini yaitu “Keterampilan Menulis Pantun Melalui Penerapan model
Examples non Examples Pada Siswa”.
Aspek-aspek yang terdapat dalam variabel tersebut yaitu:
a.
Meningkatkan Keterampilan
Menulis Pada Siswa, dengan indikator:
1)
Hakikat menulis
2)
Tujuan menulis
3)
Jenis-jenis menulis
4)
Menulis pantun
b.
Penerapan Model Examples non Examples Pada Siswa, dengan
indikator:
1)
Model Examples non Examples
2)
Langkah-langkah penerapan model
Examples non Examples
3)
Kelebihan dan kekurangan model Examples non Examples
c.
Pembelajaran Menulis Pantun Melalui Penerapan
Model Examples non Examples
I. Penjelasan
Istilah
Definisi operasional merupakan batasan atau
bentuk kesamaan persepsi antara maksud penulis dan pembaca agar tidak terjadi
salah penafsiran terhadap makna kata dalam suatu penelitian. Untuk menghindari
kesalahan dalam menafsirkan makna kata ataupun istilah-istilah yang digunakan
dalam penelitian ini maka penulis akan memberikan penjelasan sebagai berikut.
1. Upaya dimaksudkan sebagai usaha yang dilakukan peneliti
bersama guru untuk memecahkan permasalahan-permasalahan yang muncul dalam
pembelajaran menulis pantun dan khususnya untuk meningkatkan keterampilan menulis pantun siswa dengan menggunakan model Examples non Examples.
2.
Meningkatan adalah suatu upaya dan usaha yang mengupayakan terjadinya
suatu perubahan yang lebih baik. Upaya yang dilakukan dalam peningkatan suatu
pembelajaran yakni dengan penerapan suatu model yang dianggap ampuh sebagai formula.
3.
Keterampilan adalah kemahiran
yang dituntut untuk menyelesaikan tugas. Sehubungan dengan asumsi tersebut
keterampilan
dalam penelitian ini adalah kemahiran siswa untuk dapat menguasai keterampilan
menulis pantun dengan baik.
4.
Menulis adalah sebuah proses
kreatif dalam menuangkan pikiran, perasaan, ide, dan maksud lainnya melalui
bahasa tulis yang dipergunakan untuk berkomunikasi secara tidak langsung,
dengan kata lain tidak secara tatap muka dengan orang lain.
5.
Pantun merupakan
suatu karya sastra yang tergolong dalam genre puisi lama yang sangat dikenal
dalam bahasa nusantara, pantun tidak hanya dikenal sebagai karya sastra namun
pantun juga dijadikan materi dalam pembelajaran bahasa indonesia.
6.
Model Examples non Examples adalah Model pembelajaran Examples non Examples adalah model
pembelajaran yang mengelompokkan siswa dalam kelompok kecil dan menggunakan contoh-contoh.
Selaras dengan paparan tersebut, maka dalam
rencana penelitian ini model
pembelajaran Examples non Examples
merupakan model pembelajaran yang digunakan peneliti bersama guru sebagai
alternatif untuk memecahkan permasalahan yang muncul dalam pembelajaran menulis
pantun
khususnya untuk meningkatkan keterampilan menulis pantun pada siswa.
Berdasarkan penjelasan mengenai
istilah tersebut, yang dimaksud dengan Upaya Meningkatkan Keterampilan Menulis
Pantun Melalui Penerapan Model Pembelajaran Examples
Non Examples Pada Siswa Kelas VII C
SMP Negeri 7 Singkawang adalah penerapan model pembelajaran yang mengelompokkan
siswa dalam kelompok kecil dan menggunakan contoh-contoh sebagai usaha yang dilakukan peneliti
berkolaborasi dengan guru untuk meningkatkan keterampilan siswa dalam menulis
pantun.
J. Kajian
Teori
1. Keterampilan
Menulis
a. Hakikat
Menulis
Kemajuan
teknologi tidak mengurangi peranan tulisan bahkan sebaliknya fungsi keduanya
saling menguatkan. Melalui tulisan kita dapat melestarikan, menciptakan, dan
mengomunikasikan sesuatu kepada orang lain secara melalui tulisan itu sendiri atau dengan media
elektronik. Keterampilan menulis merupakan satu dari empat keterampilan
berbahasa yang terdiri dari menyimak, berbicara, membaca, dan menulis. Dari
ketiga keterampilan berbahasa tersebut menulis juga tidak kalah pentingnya
karena banyak hal-hal yang dapat diciptakan melalui bahasa tulis. Menulis
dikatakan sebagai suatu aktifitas berbahasa, tidak akan pernah tuntas dan lengkap dibahas, dikarenakan
begitu rumit dan bervariasinya konsep dan terapannya. Menulis merupakan sebuah
proses penting dalam kehidupan siapa saja dewasa ini, karena selain menunjang
profesionalisme, juga merupakan refleksi dari kesadaran berbahasa dan kemampuan
berkomunikasi sebagai makhluk sosial yang memiliki kompetensi.
|
1)
Nurjamal, dkk (2011:69) mendefinisikan
“menulis merupakan sebuah proses kreatif menuangkan gagasan dalam bentuk bahasa
tulis untuk tujuan, misalnya, memberitahu, meyakinkan, dan menghibur”.
2)
White dan Arndt (dalam Suwandi,
2011:117) menjelaskan “bukanlah urusan sederhana menuliskan bahasa ke dalam
lambang tulisan; menulis merupakan suatu proses berpikir dalam kebenaran yang
dimilikinya”.
3)
Tarigan (2008:22) mendefinisikan
“menulis ialah menurunkan atau melukiskan lambang-lambang grafik yang
menggambarkan suatu bahasa yang dipahami oleh seseorang, sehingga orang-orang
lain dapat membaca lambang grafik tersebut kalau mereka memahami bahasa dan
gambaran grafik itu”.
4)
Zainurrahman (2013:186) menjelaskan
“menulis itu seperti pedang yang memiliki dua sisi yang sama tajamnya; belajar
untuk menulis, dan menulis untuk belajar ini terjadi karena proses menulis itu
membimbing pemikiran kita, karena menulis itu adalah berfikir”.
5)
Nurgiyantoro (2010:425) mendefinisikan
“menulis adalah aktifitas mengemukakan gagasan melalui media bahasa”.
Berdasarkan
pendapat para ahli mengenai pengertian menulis di atas, maka dapat disimpulkan
bahwa menulis adalah suatu proses berpikir kreatif dalam menuangkan
gagasan dalam bentuk bahasa tulis yang
digambarkan melalui lambang tulisan bahasa sehingga dapat dipahami oleh
pembaca, dari kegiatan menulis itu sendiri dipergunakan untuk berkomunikasi
secara tidak langsung, tidak secara tatap muka dengan orang lain sehingga dalam
menulis harus terampil dalam memanfaatkan struktur bahasa dan kosakata agar
tidak terjadi kesalahan dalam menafsirkan makna tulisan tersebut.
b.
Tujuan Menulis
Keterampilan
menulis tentunya dilakukan dengan maksud dan tujuan yang ingin dicapai seorang
penulis. Sebaik apapun tulisan seorang penulis jika tanpa maksud dan tujuan
tulisan tersebut tidak akan ada artinya. Dengan adanya tujuan menulis seorang
penulis akan mengetahui apa dan untuk siapa tulisan tersebut disampaikan.
Tujuan menulis pada intinya untuk menyampaikan pesan atau informasi kepada
pembaca yang dilakukan secara tidak langsung bertatap muka. Selaras dengan
penjelasan tersebut Tarigan (2008:24) mengkategorikan tujuan menulis bagi
penulis pemula sebagai berikut.
1)
Memberitahu atau mengajar;
2)
Meyakinkan atau mendesak;
3)
Menghibur atau menyenangkan;
4)
Mengutarakan / mengekspresikan perasaan
dan emosi yang berapi-api.
Maksud
atau tujuan penulis (the writer’s
intention) adalah responsi atau jawaban yang diharapkan oleh penulis akan
diperolehnya dari pembaca”. Berdasarkan batasan ini, dapat dikatakan bahwa.
1)
Tulisan yang bertujuan untuk
memberitahukan untuk memberitahukan atau mengajar disebut wacana informatif.
2)
Tulisan yang bertujuan untuk meyakinkan
atau mendesak disebut wacana persuasif.
3)
Tulisan yang bertujuan untuk menghibur
atau menyenangkan atau yang mengandung tujuan estetik disebut tulisan literer (wacana
kesastraan).
4)
Tulisan yang mengeksperikan perasaan dan
emosi yang kuat atau berapi-api disebut wacana eskpresif. (Tarigan, 2008:24).
Menurut
Peck dan Schulz (dalam Tarigan, 2008:9) program-program dalam bahasa tulis
direncanakan untuk mencapai tujuan-tujuan sebagai berikut.
1)
Membantu para siswa memahami bagaimana
caranya ekspresi tulis dapat melayani mereka, dengan jalan menciptakan
situasi-situasi di dalam kelas yang
jelas memerlukan karya tulis dan kegiatan penulis.
2)
Mendorong para siswa mengeksperikan diri
mereka secara bebas dalam tulisan.
3)
Mengajar para siswa menggunakan bentuk
yang tepat dan serasi dalam ekspresi tulis.
4)
Mengembangkan pertumbuhan bertahap dalam
menulis dengan cara membantu para siswa menulis sejumlah maksud dengan sejumlah
cara dengan penuh keyakinan pada diri sendiri secara bebas.
Sehubungan
dengan tujuan menulis yang dikategorikan di atas, Hugo Hartig merangkum tujuan
menulis sebagai berikut.
(1) Assignment purpose
( tujuan penugasan)
Tujuan penugasan
ini sebenarnya tidak mempunyai tujuan sama sekali. Penulis menulis sesuatu
karena ditugaskan, bukan atas kemauan sendiri misalnya para siswa yang diberi
tugas merangkum buku dari gurunya.
(2)
Altruistic purpose
(tujuan altruistik)
Penulis
bertujuan untuk menyenangkan para pembaca, menghindarkan kedukaan para pembaca,
ingin menolong para pembaca memahami, menghargai perasaan, dan penalarannya,
ingin membuat hidup para pembaca lebih mudah dan lebih menyenangkan dengan
karyanya itu.
(3)
Persuasive purpose
(tujuan persuasif)
Tulisan yang
bertujuan meyakinkan para pembaca akan kebenaran gagasan yang diutarakan.
(4)
Informational
purpose (tujuan informasional, tujuan penerangan)
Tulisan yang
bertujuan memberi informasi atau keterangan/penerangan kepada para pembaca.
(5)
Self-exspressive
purpose (tujuan pernyataan diri)
Tulisan yang
bertujuan memperkenalkan atau menyatakan diri sang pengarang kepada para
pembaca.
(6)
Creative
purpose (tujuan kreatif)
Tujuan ini erat berhubungan dengan
tujuan pernyataan diri tetapi “keinginan kreatif” di sini melebihi pernyataan
diri, dan melibatkan dirinya dengan keinginan mencapai norma artistik, atau
seni ideal, seni idaman. Pada intinya tulisan ini bertujuan untuk mencapai
nilai-nilai artistik, nilai-nilai kesenian.
(7)
Problem-solving
purpose (tujuan pemecahan masalah)
Dalam tulisan
seperti ini penulis ingin memecahkan masalah yang dihadapi. Penulis ingin
menjelaskan, menjernihkan, menjelajahi serta meneliti secara cermat
pikiran-pikiran dan gagasannya sendiri agar dapat dimengerti dan diterima oleh
pembaca.
Berdasarkan
penjabaran mengenai tujuan menulis tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa
tujuan menulis yaitu untuk mengutarakan atau mengekspresikan perasaan,
meyakinkan, memberitahukan serta mengajar, serta bertujuan untuk menghibur yang
mengandung tujuan estetik disebut tulisan literer atau wacana kesastraan yang
menuangkan kreatifitas diri.
c.
Jenis-jenis Menulis
Jenis-jenis
menulis telah banyak diklasifikasikan oleh para ahli. Beberapa jenis menulis
tersebut diungkapkan menurut pendapat ahli yaitu sebagai berikut.
1)
Nurjamal dkk, (2011:69) menjelaskan
penjenisan tulisan dapat ditinjau dari berbagai segi, antara lain berdasarkan
keobjektifan masalah dan berdasarkan isi dan sifatnya. Berdasarkan keobjektifan
masalahnya tulisan dapat dibedakan menjadi tiga jenis, yakni: 1) tulisan
ilmiah, 2) tulisan popular, dan 3) tulisan fiktif. Berdasarkan isi dan
sifatnya, tulisan terdiri atas: 1) naratif, 2) deskriptif, 3) ekspositorik, 4)
persuasif, dan 5) argumentatif.
2)
Salisbury (dalam Tarigan, 2008:27)
membagi tulisan berdasarkan bentuknya yaitu, bentuk-bentuk obyektif, yang
mencakup penjelasan yang terperinci mengenai proses, batasan, laporan, dan
dokumen. Bentuk subjektif mencakup otobiografi, surat-surat, penilaian pribadi,
esei informal, potret/gambaran, dan satire.
3)
Weayer (dalam Tarigan, 2008:28)
mengklasifikasi tulisan berdasarkan bentuknya yaitu, 1) eksposisi yang mencakup
definisi dan analisis, 2) deskripsi yang mencakup deskripsi ekspositori, dan
deskripsi literer, 3) narasi yang mencakup urutan waktu, motif, konflik, titik
pandangan, pusat minat, 4) argumentasi yang mencakup induksi dan deduksi.
4)
Chenfeld (dalam Tarigan, 2008:29)
membuat klasifikasi tulisan menjadi dua yaitu, 1) tulisan kreatif yang member
penekanan pada ekspresi diri secara pribadi, 2) tulisan ekspositori yang
mencakup penulisan surat, penulisan laporan, timbangan buku, resensi buku, dan
rencana penelitian.
Selaras
dengan pendapat para ahli tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa jenis-jenis
menulis dapat ditinjau dari berbagai segi
antara lain berdasarkan keobjektifan masalah dan berdasarkan isi dan
sifatnya. Berdasarkan keobjektifan masalahnya dapat dibedakan menjadi tiga
jenis, yaitu.
1)
Tulisan Ilmiah
Tulisan ilmiah disajikan secara
sistemetis, logis, dan bahasanya lugas. Conth tulisan ilmiah, atau lebih sering
disebut dengan KTA (Karya Tulis Akademik), atau KTI (Karya Tulis Ilmiah) adalah
skripsi, tugas akhir, projek akhir, makalah, laporan praktikum, tesis, buku
teks, dan disertasi.
2) Tulisan
Populer
Tulisan populer
sejatinya disajikan secara sistematis, dengan bahasa yang lugas, tetapi
kelogisan dan kelugasannya masih dapat dipertanyakan. Masih dapat dipertanyakan karena tulisan
semacam ini dibuat penulisnya tanpa penelitian yang seksama. Data yang
dikemukakannya cenderung diwarnai oleh pendapatnya sendiri, walaupun mungkin
saja apa yang dikemukakannya itu dapat dibuktikan kebenarannya.
3)
Tulisan Fiktif
Karangan fiktif
cenderung mempergunakan ragam bahasa yang bersifat konotatif. Contoh tulisan
fiktif berupa puisi, cerpen, novel, dan drama serta skenario film.
Berdasarkan
isi dan sifatnya, tulisan terdiri atas naratif, deskriptif, ekspositorik,
persuasif dan argumentatif. Berikut akan dijelaskan mengenai kelima jenis
tulisan tersebut.
1)
Ekspositorik
Ekspositorik
dapat diartikan sebagai suatu uraian. Sebagaimana yang dijelaskan oleh Nurjamal
dkk, (2011:71) bahwa “eksposisi adalah tulisan yang berisi sebuah pembahasan
tentang suatu persoalan beserta penjelasan-penjelasannya secara terperinci
supaya pembaca dapat memahami persoalan tersebut”. Panduan EYD (2010:84) mendefinisikan
eksposisi adalah “karangan atau tulisan yang berisi penjelasan-penjelasan atau
paparan yang dapat memperluas pengetahuan pembaca”. Sedangkan Zainurahman
(2011:74) mendefinisikan eksposisi adalah “tulisan yang digunakan oleh penulis
untuk memberikan informasi penting kepada pembaca mengenai fakta-fakta penting
seperti konsep, objek, teori, dan sebagainya”. Dengan demikian, dapat
disimpulkan bahwa eksposisi adalah tulisan yang bertujuan untuk memberikan
informasi yang berisi penjelasan atau pembahasan secara terperinci sehingga
tulisan tersebut dapat dipahami pembaca.
2)
Argumentatif
Argumentatif
dapat diartikan sebagai suatu pendapat. Argumentasi memiliki fungsi sosial yang
sama dengan persuasi yaitu sama-sama bertujuan untuk meyakinkan. Zainurrahman
(2011:73) mengungkapkan tulisan argumentasi “adalah tulisan yang fungsi
sosialnya untuk merubah pola pikir pembaca, mengajak pembaca, untuk mengikuti
atau membenarkan ideologi penulis”. Sedangkan Nurjamal dkk, (2011:71)
mendefinisikan bahwa “tulisan argumentasi adalah tulisan yang berisi pendapat
tentang suatu persoalan yang didukung dengan sejumlah argumentasi dengan maksud
untuk meyakinkan pembaca atas pendapat yang dikemukakannya”. Selanjutnya
Panduan EYD (2010:84) mendefinisikan argumentasi adalah “karangan atau tulisan
yang berisi pendapat yang disertai pembahasan logis dan diperkuat dengan
fakta-fakta sehingga pendapat itu diterima kebenarannya”. Berpijak pada
teori-teori tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa argumentasi adalah tulisan yang
berisi tentang suatu pendapat yang disertai pembahasan yang logis dengan
memberikan fakta-fakta yang bertujuan untuk merubah pola pikir pembaca agar
bisa menerima kebenaran dari pendapat tersebut.
3)
Persuasif
Persuasif dapat dikategorikan
kedalam tulisan yang bersifat meyakinkan. Menurut Tarigan (2011:113)
mendefinisikan bahwa “persuasi adalah tulisan yang dapat merebut perhatian
pembaca, yang dapat menarik minat, dan yang dapat meyakinkan mereka bahwa
pengalaman membaca merupakan suatu hal yang amat penting”. Penjelasan
selanjutnya menurut Panduan EYD (2010:84) “persuasi merupakan karangan atau
tulisan yang berisi imbauan atau ajakan kepada orang-orang tertentu, kelompok,
atau masyarakat tentang sesuatu. Agar hal yang disampaikan itu dapat memengaruhi
orang lain, harus pula disertai penjelasan dan fakta-fakta”. Sedangkan Nurjamal
dkk, (2011:71) mendefinisikan bahwa “tulisan persuasi adalah sebuah tulisan
yang berusaha menonjolkan fakta-fakta mengenai suatu persoalan yang kemudian
fakta-fakta itu dijadikan dasar untuk mempengaruhi pembaca”. Dengan demikian,
dapat disimpulkan bahwa tulisan persuasi merupakan tulisan yang berusaha
menonjolkan fakta-fakta mengenai suatu persoalan yang bertujuan untuk
mempengaruhi serta menarik perhatian pembaca.
4)
Naratif
Naratif pada dasarnya tulisan yang
berisi tentang suatu cerita. Hal tersebut selaras dengan pendapat Nurjamal dkk,
(2011:70) yang menjelaskan bahwa “narasi merupakan sebuah tulisan yang sebagian
besar berisi cerita. Meskipun di dalamnya terdapat gambaran-gambaran untuk
melengkapi cerita tersebut, namun secara utuh tulisan tersebut bersifat
cerita”. Panduan EYD (2010:85) mendefinisikan bahwa “narasi adalah karangan
atau tulisan yang berisi cerita, ada pelaku, peristiwa, konflik, dan
penyelesaiannya”. Selanjutnya Zainurrahman (2011:73) mendefinisikan bahwa
“tulisan narasi adalah tulisan yang yang fungsi sosialnya untuk menceritakan
sebuah kejadian di masa lampau”. Sedangkan Finoza (2009:244) mrndefinisikan
narasi adalah “suatu bentuk tulisan yang berusaha menciptakan, mengisahkan,
merangkaikan tindak-tanduk perbuatan manusia dalam sebuah peristiwa secara
kronologis atau yang berlangsung dalam suatu kesatuan waktu”. Berdasarkan
pendapat tersebut, maka dapat dipahami bahwa narasi merupakan tulisan yang
berisi tentang suatu cerita yang bertujuan untuk menghibur dan berusaha untuk
mengisahkan kepada pembaca atau pendengar agar ikut merasakan kejadian atau
peristiwa yang dialami dalam cerita tersebut.
5)
Deskriptif
Deskriptif dapat juga diartikan
sebagai tulisan yang menggambarkan suatu peristiwa dengan kata-kata. Pernyataan
tersebut selaras dengan Zainurrahman (2011:45) yang mendefinisikan “deskripsi
adalah tulisan yang bersifat menyebutkan karakteristik-karakteristik suatu
objek secara keseluruhan, jelas, dan sistematis”. Kemudian Topkins (dalam
Zainurrahman, 2011:45) menyebutkan bahwa “tulisan deskripsi adalah tulisan yang
seolah-olah melukis sebuah gambar dengan menggunakan kata-kata”. Sedangkan
Nurjamal dkk, (2011:71) mendefinisikan bahwa “tulisan deskripsi adalah tulisan
yang berisi gambaran tentang suatu objek atau keadaan tertentu yang dijelaskan
seolah-olah objek tersebut terlihat”. Selanjutnya Panduan EYD (2010:85)
mendefinisikan deskripsi adalah “karangan atau tulisan yang berisi pengalaman
sesuatu yang dilihat, dirasa, didengar, dialami, dan sebagainya sehingga
membuat pembaca seolah-olah melihat, merasa, mendengar, dan mengalami apa yang
digambarkan”. Pernyataan-pernyataan tersebut dipertegas Tarigan (2008:52) bahwa
tulisan deskripsi adalah “tulisan yang bertujuan mengajak para pembaca
bersama-sama menikmati, merasakan, memahami dengan sebaik-baiknya beberapa
obyek (sasaran, maksud), adegan, kegiatan (aktivitas), orang (pribadi, oknum),
atau suasana hati (mood) yang telah
dialamioleh sang penulis”. Sependapat dengan teori-teori tersebut, maka dapat
dipahami bahwa deskripsi adalah tulisan yang berisi gambaran tentang suatu
objek dengan tujuan untuk mengajak pembaca agar ikut menikmati, merasakan,
memahami, dan menggambarkan apa yang dialami oleh penulis.
Berdasarkan penjabaran mengenai
jenis-jenis menulis di atas, maka dapat disimpulkan bahwa jenis-jenis menulis
dapat ditinjau dari berbagai segi keobjektifan masalahnya dapat dibedakan
menjadi tiga jenis yaitu, tulisan ilmiah, tulisan popular, dan tulisan fiktif.
Sedangkan ditinjau dari isi dan sifatnya, tulisan terdiri atas naratif,
deskriftif, ekspositorik, persuasif, dan argumentatif.
d.
Hakikat Pantun
Hal-hal yang dibahas dalam
hakikat pantun dalam penelitian ini adalah pengertian pantun, ciri-ciri pantun
dan jenis-jenis pantun serta manfaat pantun bagi siswa sekolah dasar.
1)
Pengertian Pantun
Berikut
ini pendapat-pendapat mengenai pengertian pantun:
a)
Pantun adalah
puisi Indonesia, biasanya terdiri dari empat baris yang
bersajak a-b-a-b, setiap baris biasanya terdiri atas 4 kata, baris
pertama dan baris kedua untuk sampiran, baris
ketiga dan keempat merupakan isi (Kamus Besar Bahasa
Indonesia)
b)
Pantun merupakan
bentuk puisi lama yang asli berasal dari Indonesia
dan merupakan jenis puisi tertua. Dari segi bahasa pantun berarti
ibarat, seperti, umpama atau laksana (Asrifin
2008: 22);
c)
Pantun diambil dari
Bahasa Sansekerta berarti paribahasa yang artinya perumpamaan (Rizal 2010: 11).
Berdasarkan pendapat-pendapat di atas,
dapat disimpulkan bahwa pantun merupakan karya sastra yang termasuk dalam bentuk
puisi lama asli Indonesia yang berarti mengatur atau
menyusun suatu perumpamaan.
2)
Ciri-ciri Pantun
Ciri-ciri pantun adalah
aturan yang digunakan dalam membuat pantun. Berikut ini ciri-ciri pantun yang
dijadikan acuan dalam penelitian ini:
a) Setiap
baris terdiri dari 8-10 suku kata;
b) Setiap
bait terdiri dari 4 baris;
c) Setiap
bait paling banyak terdiri dari 4 kata.
d) Baris
satu dan dua dinamakan sampiran, baris tiga dan empat dinamakan isi.
Menurut Zaidan Hendy (1990), pantun mempunyai ciri-ciri sebagai berikut.
a) tiap bait terdiri atas empat baris kalimat.
b) tiap baris terdiri atas 4-6 kata atau 8-12 suku kata,
c) baris pertama dan kedua disebut sampiran dan baris ketiga dan keempat
disebut isi, sampiran melukiskan alam dan kehidupan sedangkan isi pantun
berkenaan dengan maksud pemantun.
d) bersajak silang atau a-b-a-b, artinya bunyi akhir baris pertama sama dengan
bunyi akhir baris ketiga dan bunyi akhir baris kedua sama dengan bunyi akhir
baris keempat.
e) pantun digunakan untuk pergaulan. Maka pantun selalu berisikan curahan
perasaan, buah pikiran, kehendak, kenangan dan sebagainya.
f) tiap bait pantun selalu dapat berdiri sendiri, kecuali pada pantun berkait.
g) pantun yang baik, bermutu ada hubungannya antara sampiran dan isi.
(http://bissastra.blogspot.co.id/2009/04/ciri-dan-cara-menulis-pantun.html diakses pada 14 Novenber 2015).
Contoh:
Air dalam
bertambah dalam,
hujan di
hulu belum lagi teduh.
Hati dendam
bertambah dendam,
dendam
dahulu belum lagi sembuh.
Hubungan antara sampiran dan isi yang tampak pada pantun di atas ialah
sama-sama melukiskan keadaan yang makin menghebat. Pantun yang kurang bermutu,
menurut Zaidan, yang diciptakan oleh kebanyakan, umumnya tidak ada hubungan
antara sampiran dan isi.
Contoh:
Buah pinang
buah belimbing,
ketiga
dengan buah mangga.
Sungguh
senang beristri sumbing,
biar marah
tertawa juga.
Sebait pantun di atas tidak menunjukkan adanya hubungan antara sampiran dan
isi, kecuali adanya persamaan bunyi. Sedangkan
menurut para sastrawan luar negeri, ada dua pendapat mengenai hubungan antara
sampiran dan isi pantun. Pendapat pertama dikemukakan oleh H.C. Klinkert pada
tahun 1868 yang menyebutkan bahwa, antara sampiran dan isi terdapat hubungan
makna. Pendapat ini dipertegas kembali oleh Pijnappel pada tahun 1883 yang
mengatakan bahwa, hubungan antara keduanya bukan hanya dalam tataran makna, tapi
juga bunyi. Bisa dikatakan jika sampiran sebenarnya membayangkan isi pantun.
Pendapat ini dibantah oleh van Ophuysen yang mengatakan bahwa, sia-sia mencari
hubungan antara sampiran dan isi pantun. Menurutnya, yang muncul pertama kali
dibenak seseorang adalah isi, baru kemudian dicari sampirannya agar bersajak.
Dalam perkembangannya, Hooykas kemudian memadukan dua pendapat ini dengan
mengatakan bahwa, pada pantun yang baik, terdapat hubungan makna tersembunyi
dalam sampiran, sedangkan pada pantun yang kurang baik, hubungan tersebut
semata-mata hanya untuk keperluan persamaan bunyi. Pendapat Hooykas ini sejalan
dengan pendapat Dr. (HC) Tenas Effendy yang menyebut pantun yang baik dengan
sebutan pantun sempurna atau penuh, dan pantun yang kurang baik dengan sebutan
pantun tak penuh atau tak sempurna. Karena sampiran dan isi sama-sama
mengandung makna yang dalam (berisi), maka kemudian dikatakan, “sampiran dapat
menjadi isi, dan isi dapat menjadi sampiran
Menurut Zulfahnur dkk (1996), sebait pantun terikat oleh beberapa syarat:
1) bilangan baris tiap bait adalah empat, bersajak AB-AB, 2) banyak suku
katanya tiap baris 8-12, umumnya 10 suku kata, 3) pantun umumnya mempunyai
sajak akhir, tetapi ada juga yang bersajak awal atau bersajak tengah.
Menurut Sumiati Budiman (1987), ada beberapa syarat yang mengikat pantun,
yaitu: 1) setiap bait terdiri atas empat bait, 2) setiap baris terdiri atas 4
patah kata, atau 8 – 12 suku kata, 3) baris pertama dan kedua merupakan
sampiran, baris ketiga dan keempat merupakan isi, 4) berima a b a b, 5) antara
sampiran dan isi terdapat hubungan yang erat.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa Pantun
adalah bentuk puisi yang terdiri atas empat baris yang bersajak bersilih
dua-dua (pola ab-ab), dan biasanya, tiap baris terdiri atas empat perkataan.
Dua baris pertama disebut sampiran (pembayang), sedangkan dua baris berikutnya
disebut isi pantun. Antara sampiran dan isi terdapat hubungan yang saling
berkaitan. Oleh karena itu, tidak boleh membuat sampiran asal jadi hanya untuk
menyamakan bunyi baris pertama dengan baris ketiga dan baris kedua dengan baris
keempat. (http://bissastra.blogspot.co.id/2009/04/ciri-dan-cara-menulis-pantun.html diakses pad
14 November 2015)
3). Cara Menulis Pantun
Untuk menulis pantun, hal yang harus diperhatikan ialah membuat topik atau
tema terlebih dahulu, sama halnya jika hendak membuat karangan yang lain. Tema dalam penulisan pantun sangat penting sekali, karena dengan tema
pantun-pantun yang dibuat oleh siswa akan lebih terarah kepada sesuatu maksud
yang diharapkan. Dan juga tidak akan merebak kemana-mana, yang akhirnya dapat
mendatangkan masalah. Memang diakui, adanya sedikit pengekangan kreativitas
bagi siswa dalam menulis pantun, jika menggunakan tema yang sempit. Oleh karena
itu, guru harus lebih bijaksana dalam memilih tema yang didalamnya dapat
mengandung atau mencakup berbagai permasalahan keseharian. Tema yang cocok
diberikan dalam proses pembelajaran misalnya saja berkaitan dengan masalah
politik, sosial budaya, percintaan, dan kehidupan keluraga. Misalnya, tema
tentang sosial budaya dengan mengambil topik soal kebersihan kota atau masalah
sampah. Hal pertama yang harus dilakukan ialah membuat isinya terlebih dahulu.
Untuk membuat isi harus diingat bahwa pantun terdiri atas empat baris. Dua
baris pertama sampiran, dan dua baris berikutnya ialah isi. Jadi, soal sampah
tersebut dapat disusun dalam dua baris kalimat, yang setiap baris kalimatnya
terdiri atas empat perkataan dan berkisar antara 8 sampai 12 suku kata.
Kemungkinan jika dibuatkan
kalimat biasa, boleh jadi kalimatnya cukup panjang. Misalnya: ”Dikota yang
semakin ramai dan berkembang ini, ternyata mempunyai masalah lain yang sangat
terkait dengan masalah kesehatan warganya, yaitu sampah yang berserakan di
mana-mana dan seterusnya.”
Pengertian dari kalimat di atas
mungkin bisa lebih panjang, namun hal tersebut dapat diringkas dalam dua baris
kalimat isi sebagai berikut.
Jika sampah dibiarkan berserak,
penyakit diundang, masalah datang.
Disinilah kelebihan pantun, dapat
meringkas kalimat yang panjang, tanpa harus kehilangan makna atau arti sebuah
kalimat yang ditulis panjang-panjang.
Jika isi pantun sudah didapatkan,
langkah selanjutnya ialah membuat sampirannya. Walau kata kedua dari suku akhir
baris isi pertama dan kedua diberi tanda tebal. Namun jangan hal itu yang
menjadi perhatian, tapi justru yang harus diperhatikan ialah pada suku akhir
dari kata keempat baris pertama dan kedua, yaitu rak dan tang,
sebab yang hendak dicari ialah sajaknya atau persamaan bunyi.
Sebuah pantun yang baik, suku
akhir kata kedua sampiran pertama bersajak dengan suku akhir kata kedua dari
isi yang pertama. Apalagi suku akhir kata keempat dari sampiran pertama
seharusnya bersajak dengan suku akhir kata keempat isi pertama, karena
disinilah nilai persajakan dalam pantun itu yaitu baris pertama sama dengan
baris ketiga dan baris kedua sama dengan baris keempat.
Tetapi kalau dibuat sekaligus,
takut terlalu sulit menyusunnya. Memang tidak sedikit kata-kata yang bersuku
akhir pah, misalnya pelepah, sampah, nipah, tempah, terompah, dan
sebagainya. Begitupun suku kata yang akhirannya dang, misalnya udang,
sedang, ladang, kandang, bidang, tendang, dan sebagainya. Kalaupun sulit
untuk mencari kata yang bersuku akhir pah, masih ada jalan lain yaitu
dengan membuang huruf p nya, dan mengambil ah nya saja. Begitupun
dengan dang, buang huruf d nya, sehingga yang tertinggal hanya ang
nya. Tapi jangan sampai dibuang a nya juga, sehingga hanya tinggal ng
nya saja karena hal tersebut dapat menghilangkan sajaknya. Begitupun untuk suku akhir dari kata rak dan tang yang
menjadi tujuan.
Kata yang bersuku akhir rak dan
tang dalam kosa kata bahasa Indonesia cukup banyak, misalnya untuk kata rak,
yaitu kerak, jarak, marak, serak, gerak, merak, arak, dan sebagainya. Sedangkan
untuk kata tang, yaitu hutang, pantang, batang, petang, lantang, dan
sebagainya. Sekarang baru membuat sampiran pertama dan kedua dengan mencari
kalimat yang suku akhir kata keempatnya adalah rak dan tang. Misalnya:
Cantik sungguh si burung merak,
terbang rendah di waktu petang.
Kemudian antara sampiran dan isi
baru disatukan menjadi;
Cantik sungguh si burung merak,
terbang rendah di waktu petang.
Jika sampah dibiarkan berserak,
penyakit diundang, masalah datang.
Jika menginginkan suku akhir kata kedua baris pertama dengan suku akhir
kata kedua dari baris ketiga bersajak juga. Begitupun dengan suku akhir kata
kedua baris kedua dengan suku akhir kata kedua baris keempat bersajak agar
terlihat lebih indah bunyinya, maka sampirannya harus diubah, menjadi;
Daun nipah jangan diarak,
bawa ke ladang di waktu petang.
Jika sampah dibiarkan berserak,
penyakit diundang, masalah datang.
Demikian halnya jika membuat
pantun teka-teki. Misalnya membuat teka-teki tentang parut, salah satu alat
dapur yang berfungsi untuk memarut kelapa guna diambil santannya. Jika
diperhatikan dengan teliti ada keanehan mengenai cara kerja parut, hal inilah
yang dapat mengilhami kepada semua orang untuk membuat teka-teki, yaitu mata
parut yang sedemikian banyak itu, cukup tajam. Daging kelapa yang sudah
disediakan, dirapatkan ke mata parut, lalu digerakkkan dari atas ke bawah
sambil ditekan. Dari pergerakan itu semua, seperti layaknya orang menyapu,
dapat dilihat, daging kelapa itu tertinggal diantara mata parut. Ada terus.
Semakin gerakan menyapu dilakukan, dagimg kelapa itu semakin banyak dimata-mata
parut. Logikanya, orang menyapu tentu lantai akan menjadi bersih, tetapi
sebaliknya sangat berbeda dengan bidang bangun parut. Semakin disapu, semakin
kotor karena banyaknya daging kelapa yang menyangkut dimata parut. Dari sini
dapat dibuatkan inti pantunnya, yaitu Semakin disapu, semakin kotor.
Tugas selanjutnya ialah membuat
sampiran. Untuk membuat sampiran, boleh membuat yang sederhana, yaitu hanya
untuk mencari persamaan bunyi (bersajak) tanpa mengindahkan makna atau arti
atau keterkaitan dengan isi seolah satu kesatuan kalimat yang saling mendukung.
Jika ingin membuat sampiran yang sederhana, hal yang dilakukan ialah mencari
kosa kata yang bersuku akhir tor atau paling tidak or. Misalnya kantor,
setor, dan motor. Jika sudah mendapatkan kosa kata untuk membuat
akhiran pantun yang sesuai dengan kata kotor, langkah selanjutnya ialah
menentukan letak inti pertanyaannya. Apakah diletakkan dibaris ketiga atau
baris keempat. Jika diletakkan pada baris ketiga, kalimat baris keempat dapat
dibuat sebagai berikut: apakah itu, cobalah terka. Sehingga hasilnya
menjadi:
Semakin disapu, semakin kotor,
Apakah itu, cobalah terka.
Sekarang barulah mencari
sampirannya. Suku akhir tor atau or dari kata kotor dapat
diambil salah satu saja, misalnya kata kantor, kemudian tinggal mencari
suku kata yang berakhir ka dari kata terka, yang merupakan kata
terakhir dari baris terakhir. Untuk kata yang bersuku akhir ka, dalam
kosa kata bahasa Indonesia cukup banyak, misalnya bingka, ketika, sangka,
nangka, dan luka. Misalnya diambil kata bingka. Sekarang kata
kantor dan bingka baru dijadikan sampiran, menjadi:
pagi-pagi pergi ke kantor,
singgah ke warung beli bingka.
Kemudian antara sampiran dan isi
baru disatukan, hasilnya menjadi:
pagi-pagi pergi ke kantor,
singgah ke warung beli bingka.
Semakin disapu, semakin kotor,
Apakah itu, cobalah terka.
Jadilah pantun teka-teki. Dan
jawaban pantun teka-teki itu, tentulah parutan kelapa. Jika inti pertanyaan diletakkan pada baris keempat, kalimat baris ketiga
sebagai berikut: Jika pandai kenapa bodoh. Sehingga hasilnya menjadi:
Jika pandai kenapa bodoh,
Semakin disapu,
semakin kotor.
Langkah selanjutnya ialah membuat
sampirannya agar lengkap menjadi sebait pantun. Suku akhir kata kantor
yang bersajak dengan kata kotor dapat digunakan lagi, sekarang tinggal
mencari suku akhir doh, yang akan bersajak dengan kata bodoh.
Misalnya kata jodoh sehingga jika dibuatkan sampirannya, menjadi:
Ramai-ramai
mencari jodoh,
mencari jodoh
sampai ke kantor.
Langkah terakhir baru disatukan
antara isi dan sampirannya sehingga menjadi:
Ramai-ramai
mencari jodoh,
mencari jodoh
sampai ke kantor.
Jika pandai
kenapa bodoh,
Semakin disapu,
semakin kotor.
Dan jawaban dari pantun teka-teki
tersebut tentunya ialah parutan kelapa. Jika diperhatikan sampirannya dari keempat contoh pantun di atas, memang
terasa kurang kuat dan terkesan memaksakan kata-kata hanya untuk mencari
persamaan bunyi sehingga kalimat sampirannya tidak mempunyai keutuhan arti.
Tetapi hal ini tidak dianggap salah, hanya mutunya dianggap kurang.
Namun, jika dilihat dari
pantun-pantun pusaka yang ada, bahwa tidak semua pantun pusaka tersebut
dikatakan sempurna atau tinggi mutunya, terkadang ada yang setipa barisnya
tidak terdiri atas empat perkataan tetapi hanya tiga perkataan atau ada lima
perkataan. Selain itu juga, masih banyak pantun-pantun yang betul-betul hanya
mengutamakan persamaan bunyi, padahal tidak bersajak. Seperti kata lintah
dengan cinta pada pantun berikut ini.
Dari mana
datangnya Lintah,
dari sawah
turun ke kali
Dari mana
datangnya cinta,
dari mata turun
ke hati.
Sepintas lalu terdengar sama-sama
berakhiran ta, tapi jika diamati benar barulah terasa bedanya antara
bunyi tah dengan ta itu. Yang satu terdengar lebih tebal atau
kental dan yang satu terasa ringan. Demikianlah
pantun-pantun yang banyak terlihat, jika dirasakan banyak sekali kekurangannya.
Namun, hal itu tidak menjadi masalah justru menjadi canda gurauan, tidak ada
niat untuk mengecilkan hati apalagi mencemooh. Begitu benar, sesungguhnya jiwa
melayu yang terdapat dalam filosofi pantun tidak suka untuk saling menyakiti
apalagi sampai melukai. Begitu indah pantun bagi kehidupan orang melayu
khususnya dan bagsa Indonesia umumnya yang telah mendarah daging dalam jiwa dan
raga. (http://bissastra.blogspot.co.id/2009/04/ciri-dan-cara-menulis-pantun.html diakses 14
November 2015).
2.
Model Pembelajaran Examples non Examples
a.
Hakikat Model Examples non Examples
Model pembelajaran Examples non Examples termasuk kedalam
model pembelajaran kooperatif. Pembelajaran kooperatif memiliki beberapa
variasi model yang dapat diterapkan oleh guru dalam melaksanakan proses belajar
mengajar dikelas salah satunya melalui penerapan model Examples non Examples. Menurut Buehl (dalam Apariani dkk, 2010:20)
menjelaskan bahwa “Examples non Examples adalah taktik yang dapat
digunakan untuk mengajarkan definisi konsep”. Taktik ini bertujuan untuk
mempersiapkan siswa secara cepat dengan menggunakan 2 hal yang terdiri dari Examples
non Examples dari suatu definisi konsep yang ada dan meminta siswa untuk
mengklasifikasikan keduanya sesuai dengan konsep yang ada. Examples
memberikan gambaran akan sesuatu yang menjadi contoh akan suatu materi yang
sedang dibahas, sedangkan non Examples memberikan gambaran akan sesuatu
yang bukanlah contoh dari suatu materi yang sedang dibahas. Model Pembelajaran Example non
Example atau juga biasa di sebut Example
and non Example merupakan model pembelajaran yang menggunakan gambar
sebagai media pembelajaran.
Sejalan dengan pendapat
Hamdani (2011:94) yang menyatakan bahwa
“model Examples non Examples adalah
metode belajar yang mnggunakan contoh-contoh. Contoh-contoh dapat diperoleh
dari kasus atau gambar yang relevan dengan KD”. Hal tersebut juga diungkapkan
Huda (2013:234) bahwa “model Examples non
Examples merupakan strategi pembelajaran yang menggunakan gambar sebagai
media untuk menyampaikan materi pelajaran”. Media dalam pembelajaran merupakan
sumber yang digunakan dalam proses belajar mengajar. Manfaat media ini adalah
untuk membantu guru dalam proses mengajar, mendekati situasi dengan keadaan
yang sesungguhnya. Dengan media diharapkan proses belajar dan mengajar lebih
komunikatif dan menarik.
Salah satu proses belajar mengajar
adalah penggunan media gambar yang merupakan salah satu alat yang digunakan
dalam proses belajar mengajar sehingga dapat membantu
mendorong siswa lebih melatih diri dalam mengembangkan pola pikirnya. Dengan
menerapkan media gambar diharapkan dalam pembelajaran dapat bermanfaat secara
fungsional bagi semua siswa. Sehingga dalam kegiatan pembelajaran siswa
diharapkan akan aktif termotivasi untuk belajar. Dengan memusatkan perhatian siswa terhadap Examples
non Examples diharapkan akan dapat mendorong siswa untuk menuju pemahaman
yang lebih dalam mengenai materi yang ada.
Model pembelajaran Examples non Examples biasanya lebih
dominan digunakan di kelas tinggi, namun dapat juga digunakan di kelas rendah
dengan menekankan aspek psikoligis dan tingkat perkembangan siswa kelas rendah
seperti;
1). kemampuan
berbahasa tulis dan lisan,
2). kemampuan
analisis ringan, dan
3). kemampuan
berinteraksi dengan siswa lainnya.
Penggunaan model Examples non Examples betujuan untuk
mendorong siswa agar berpikir kritis dengan memecahkan
permasalahan-permasalahan yang termuat dalam contoh-contoh atau gambar yang
disajikan. Berdasarkan pendapat ahliyang dikemukakan di atas maka, dapat
disimpulkan bahwa model pembelajaran Examples
non Examples merupakan sebuah model
pembelajaran yang dalam menyampaikan konsep atau materi pembelajarannya
didesain dengan menggunakan media yang berisi beberapa contoh, gambar atau
kasus yang relevan dan sesuai dengan kompetensi dasar. Selain itu model
pembelajaran Examples non Examples
bertujuan mendorong siswa untuk belajar berfikir kritis dengan jalan memecahkan
permasalahan-permasalahan yang terkandung dalam contoh-contoh gambar yang
disajikan.
b.
Langkah-langkah Model Pembelajaran Examples non Examples
Proses belajar
mengajar yang terlaksana di dalam kelas pada umumnya dapat menimbulkan
rasa bosan siswa ketika pembelajaran yang dilaksanakan berkesan terlalu
prosedural. Artinya, guru melaksanakan pembelajaran secara sistematis sementara
keadaan seperti ini umumnya tidak diinginkan siswa. Dalam pelaksanaannya
menurut Hamdani (2013:94), model pembelajaran Examples non Examples memiliki beberapa tahapan atau
langkah-langkah yaitu sebagai berikut.
1) Guru mempersiapkan gambar-gambar
sesuai dengan tujuan pembelajaran.
2) Guru menempelkan gambar di papan
atau ditayangkan melalui OHP.
3) Guru memberi petunjuk dan memberi
kesempatan kepada siswa untuk memerhatikan atau menganalisis gambar.
4) Melalui diskusi kelompok 2-3 orang
siswa, hasil diskusi dari analisis gambar tersebut dicatat pada kertas.
5) Setiap kelompok diberi kesempatan
membacakan hasil diskusinya.
6) Mulai dari komentar atau hasil
diskusi siswa, guru mulai menjelaskan materi sesuai dengan tujuan yang ingin
dicapai.
7) Kesimpulan.
Langkah-langkah pelaksanaan pembelajaran
menulis pantun melalui penerapan
model Examples non Examples telah
penulis modifikasi sesuai dengan materi pembelajaran yang akan disampaikan.
Adapun langkah-langkah tersebut sebagai berikut.
1)
Guru menyampaikan materi pembelajaran.
2)
Guru menyampaikan tujuan pembelajaran.
3)
Guru memberikan apersepsi.
4)
Guru membagi siswa dalam kelompok
beranggotakan 2-3 orang siswa secara heterogen.
5)
Guru menempelkan contoh-contoh pantun
maupun surat resmi di papan tulis atau ditayangkan melalui LCD/OHP.
6)
Guru mengarahkan masing-masing kelompok
untuk berdiskusi membedakan contoh pantun yang diberikan kemudian hasil diskusi
ditulis pada kertas.
7)
Guru meminta salah satu kelompok
mempresentasikan hasil diskusinya sementara kelompok lain sebagai penyangga dan
penanya.
8)
Guru memberikan tugas kepada
masing-masing kelompok untuk membuat pantun yang berbeda namun tetap
memperhatikan tata cara membuat pantun.
9)
Guru mengarahkan agar setiap kelompok
saling bertukar hasil kerjaanya yang dibuat untuk dikoreksi sesuai rubrik
penilaian yang disepakati.
10)
Guru memberikan penguatan pada hasil
diskusi.
11)
Guru bersama siswa menyimpulkan hasil
pembelajaran.
c.
Kelebihan dan Kekurangan Model
Pembelajaran Examples non Examples
Penggunaan model pembelajaran Examples non Examples juga terdapat
kelebihan dan kekurangan. Seperti yang kemukakan Hamdani (2011:94) bahwa
terdapat beberapa kelebihan dan kekurangan
model pembelajaran Examples non Examples yaitu
sebagai berikut.
1)
Kelebihan
Model Pembelajaran Examples non Examples
a)
siswa lebih kritis dalam
menganalisis gambar atau materi yang disajikan.
b)
Siswa mengetahui aplikasi dari
materi berupa contoh gambar.
c)
Siswa diberi kesempatan untuk
mengemukakan pendapatnya.
2)
Kekurangan
Model Pembelajaran Examples non Examples
a) Tidak semua materi dapat disajikan dalam bentuk gambar.
b) Memakan waktu yang lama.
d.
Pembelajaran Menulis Pantun Melalui
Penerapan Model Examples non Examples
Pembelajaran
menulis pantun melalui penerapan model Examples
non Examples merupakan suatu upaya yang dilakuka peneliti bersama guru
dengan harapan dapat memperbaiki masalah yang terjadi dalam pembelajaran
menulis pantun di kelas VIII C SMP Negeri 7 Singkawang. Dalam penggunaan model
pembelajaran kooperatif dalam pembelajaran menulis pantun lebih ditekankan pada
strategi belajar, artinya melalui pembelajaran kooperatif model Examples non Examples, siswa dibimbing
untuk memahami materi pembelajaran menulis pantun yang berisi contoh-contoh
yang disajikan dan ditayangkan kepada
siswa melalui media OHP atau LCD.
Belajar
secara berkelompok dalam pembelajaran kooperatif model Examples non Examples menuntut para siswa untuk memiliki kemampuan
yang baik dalam berkomunikasi maupun dalam keterampilan proses kelompok. Selain
itu siswa juga dituntut agar berperan aktif dalam proses pembelajaran. Siswa
akan dibimbing dan dilatih untuk memiliki rasa tanggung jawab terhadap
keberhasilan kelompoknya dan dapat bekerja sama dengan baik, sehingga setiap
siswa yang tergabung dalam satu kelompok dapat menguasai materi pembelajaran.
Kesuksesan
implementasi dari model pembelajaran Examples
non Exmples menuntut pelatihan dalam kemampuan komunikasi dan sosial. Peran
guru juga sangat dituntut untuk membimbing para siswa selama proses
pembelajaran berlangsung. Dalam hal ini guru bertindak sebagai fasilitator
untuk mengawasi setiap kelompok dalam mengelola tugasnya, dan memberikan
penjelasan kepada kelompok yang mengalami kesulitan dalam menyelesaikan
tugasnya dan kelompok yang masih belum paham tentang materi yang dipelajari.
Selain itu guru juga harus bisa meyakinkan dan mengingatkan setiap kelompok
bahwa dalam pembelajaran menulis pantun melalui penerapan model pembelajaran Examples non Examples, keberhasilan
kelompok dinilai dari kerja sama yang baik dan nilai kelompok sangat ditentukan
oleh nilai setiap anggota kelompok. Hal ini dilakukan agar timbul motivasi
dalam diri siswa untuk mau bekerja sama dan saling bertukar pendapat antar
anggota kelompok, sehingga tidak ada siswa yang hanya sekedar mencantumkan
namanya dalam anggota kelompok namun tidak sungguh-sungguh dalam bekerja dan
belajar. Dengan demikian setiap siswa diharapkan dapat bertanggung jawab dan
meyakinkan bahwa setiap kelompoknya sudah menguasai materi pembelajaran.
Berikut
ini adalah langkah-langkah pembelajaran menulis pantun melalui penerapan model Examples non Examples.
1) Guru
menyampaikan materi pembelajaran.
2)
Guru menyampaikan tujuan pembelajaran.
3)
Guru memberikan apersepsi.
4)
Guru membagi siswa dalam kelompok
beranggotakan 2-3 orang siswa secara heterogen.
5)
Guru menempelkan contoh-contoh pantun di
papan tulis atau ditayangkan melalui LCD/OHP.
6)
Guru mengarahkan masing-masing kelompok
untuk berdiskusi membedakan tiap contoh pantun yang ditampilkan kemudian hasil
diskusi ditulis pada kertas.
7)
Guru meminta salah satu kelompok
mempresentasikan hasil .diskusinya sementara kelompok lain sebagai penyangga
dan penanya.
8)
Guru memberikan tugas kepada
masing-masing kelompok untuk membuat pantun yang berbeda namun tetap
memperhatikan tata cara membuat pantun.
9)
Guru mengarahkan agar setiap kelompok
saling bertukar hasil kerja yang dibuat untuk dikoreksi sesuai rubrik penilaian
yang disepakati.
10)
Guru memberikan penguatan pada hasil
diskusi.
11)
Guru bersama siswa menyimpulkan hasil
pembelajaran
Berdasarkan langkah-langkah
tersebut, melalui penerapan model pembelajaran Examples non Examples diharapkan dapat meningkatkan kualitas proses
belajar siswa khususnya dalam pembelajaran menulis pantun. Selain itu,
diharapkan juga agar siswa lebih aktif dalam proses belajar mengajar agar dapat
meningkatkan keterampilan menulis pantun melalui proses belajar secara
berkelompok.
K. Metodologi
Penelitian
1. Setting
Penelitian
Menurut Suwandi
(2011:59) “Setting penelitian mengacu
pada tempat dan waktu penelitian”. Adapun tempat dan waktu penelitian ini akan
dijabarkan sebagai berikut.
d.
Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Sekolah Menengah
Pertama Negeri 7 Singkawang pada kelas VII C semester I. Pemilihan tempat penelitian tersebut didasarkan pada
pertimbangan yaitu: peneliti menemukan beberapa masalah yang selama ini
dihadapi guru dalam proses pembelajaran menulis pantun. Masalah yang pertama yaitu rendahnya
keterampilan siswa dalam menulis pantun, kedua kurangnya keaktifan siswa untuk terlibat dalam proses
pembelajaran menulis pantun, ketiga kurangnya perhatian siswa terhadap pembelajaran menulis pantun, dan keempat
kurangnya kemauan dan keseriusan siswa untuk belajar secara berkelompok.
Pertimbangan selanjutnya peneliti menemukan beberapa masalah yang muncul dalam
proses pembelajaran menulis pantun di kelas VII C SMP Negeri 7 Singkawang disebabkan oleh beberapa faktor. Faktor tersebut antara lain
ketidak tepatan guru dalam memilih model pembelajaran dan penggunaan media
pembelajaran belum digunakan dengan maksimal.
e.
Waktu Penelitian
Waktu
penelitian dilaksanakan selama enam bulan yang dimulai dari persiapan
penelitian hingga waktu pelaksanaan penelitian dari bulan Agustus 2015 sampai
dengan bulan November 2015.
2. Metode
Penelitian
Suatu penelitian
yang dilakukan tentunya memiliki tujuan yang ingin dicapai, untuk mencapai
tujuan penelitian dan memperoleh manfaat penelitian sebagaimana yang telah
dirumuskan perlu dipilih metode penelitian yang tepat. Sugiyono (2012:3)
mengungkapkan “metode penelitian merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan data
dengan tujuan dan kegunaan tertentu”.
Zuldafrial, (2012: 220) menyatakan bahwa “metode merupakan suatu jalan,
petunjuk pelaksanaan, atau petunjuk praktis suatu penelitian dilakukan”. Metode penelitian yang digunakan yaitu metode
deskriptif. Metode deskriptif digunakan untuk menggambarkan peristiwa dalam
pelaksanaan proses pembelajaran sehingga dapat dijadikan keterangan mengenai
peristiwa yang terjadi.
Metode deskriptif. Arikunto dkk, (2014:26)
mengungkapkan bahwa:
Metode
deskriptif merupakan metode yang dimaksudkan untuk mengumpulkan informasi atau
data tentang fenomena yang diteliti, misalnya kondisi sesuatu atau kejadian,
disertai dengan informasi tentang faktor penyebab sehingga muncul kejadian yang
dideskripsikan secara rinci, urut, dan jujur.
Metode deskriptif juga didefinisikan oleh
Nawawi (2012:67) yang menjelaskan bahwa:
Metode
dekriptif dapat diartikan sebagai prosedur pemecahan masalah yang diselidiki
dengan menggambarkan/melukiskan keadaan/obyek penelitian (seseorang, lembaga
masyarakat, dan lain-lain) pada saat sekarang berdasarkan fakta-fakta yang
tampak atau sebagaimana adanya.
Berdasarkan pendapat di atas maka dapat
disimpulkan bahwa metode penelitian adalah suatu kegiatan penelitian yang
dilakukan dengan cara mengumpulkan data melalui observasi langsung terhadap
subjek yang menjadi sasaran penelitian. Melalui metode ini peneliti menggunakan
metode deskriptif untuk menggambarkan keadaan atau peristiwa pada saat berlangsungnya
suatu penelitian.
3. Bentuk
Penelitian
Bentuk penelitian yang digunakan dalam
penelitian ini adalah bentuk penelitian kualitatif dalam penelitian tindakan kelas (Classrom Action Research). Dikatakan bentuk penelitian kualitatif
karena penelitian ini tidak didasarkan atas analisis statistik, data yang
dikumpulkan adalah data deskriptif berupa kata-kata lisan, tulisan serta
prilaku subjek yang diamati dan pengumpulan datanya sangat bergantung pada
proses pengamatan peneliti. Zuldafrial dan Lahir, (2012:21). Hopkins (dalam
Sarwiji Suwandi, 2011:10) menyatakan bahwa “penelitian tindakan adalah kajian
sistematik tentang upaya meningkatkan mutu praktik pendidikan oleh sekelompok
masyarakat melalui tindakan praktis yang mereka lakukan dan melalui refleksi
atas hasil tindakan tersebut”. Menurut Arikunto dkk, 2014:57) mengungkapkan
bahwa penelitian tindakan kelas (classroom
action research) adalah “penelitian yang dilakukan oleh guru bekerja sama
dengan peneliti (atau dilakukan oleh guru sendiri yang juga bertindak sebagai
peneliti) di kelas atau di sekolah tempat ia mengajar dengan penekanan pada
penyempurnaan atau peningkatan proses dan praktis pembelajaran”. Arikunto dkk,
(2014:60) juga menyatakan bahwa tujuan penelitian tindakan kelas adalah “untuk
memperbaiki berbagai persoalan nyata dan praktis dalam peningkatan mutu
pembelajaran di kelas yang dialami langsung dalam interaksi antara guru dengan
siswa yang sedang belajar”
Melalui beberapa pendapat tersebut maka
dapat disimpulkan bahwa penelitian tindakan kelas adalah suatu penelitian
ilmiah yang dilakukan guru bersama peneliti yang dilakukan dengan cara
berkolaborasi untuk menigkatkan mutu pembelajaran yang dilakukan melalui
refleksi terhadap tindakan-tindakan yang dilakukan pada saat proses
pembelajaran. Tindakan tersebut dilakukan yaitu untuk meningkatkan keterampilan
menulis pantun melalui penerapan model examples
non examples, dan untuk meningkatkan hal tersebut dimulai dari proses
perencanaan, pelaksanaan, pengamatan, dan refleksi dalam kegiatan
penelitian.
4. Rancangan
Penelitian
Rancangan
penelitian yang dipergunakan adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Penelitian
Tindakan Kelas (PTK) ini merupakan upaya untuk mengkaji apa yang terjadi dan
telah dihasilkan atau belum tuntas pada langkah upaya sebelumnya. Hasil
refleksi digunakan untuk mengambil langkah lebih lanjut dalam upaya mencapai
tujuan penelitian. Dengan kata lain refleksi merupakan pengkajian terhadap
keberhasilan atau kegagalan terhadap pencapaian tujuan tindakan pembelajaran.
Adapun rancangan (desain) Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yang dipergunakan
dalam penelitian ini adalah menggunakan model dari Arikunto. Berikut ini alur
pelaksanaan rencana penelitian tindakan kelas yang dilaksanakan pada setiap
siklus dapat dilihat pada gambar 1 sebagai
berikut.
|
|||||||||||||||||
![]() |
|||||||||||||||||
|
|||||||||||||||||
|
|
||||||||||||||||
![]() |
|||||||||||||||||
![]() |
|||||||||||||||||
|
|||||||||||||||||
|
|||||||||||||||||
![]() |
|||||||||||||||||
|
|
|
![]() |
|||||
![]() |
|||||
|
|||||
Gambar 1. Alur Penelitian Tindakan
kelas Arikunto dkk,(2014:16)
Berdasarkan gambar alur rencana penelitian tindakan kelas di atas, pada
setiap siklus mencakup empat tahap, yaitu perencanaan, pelaksanaan tindakan,
observasi, dan refleksi. Berikut akan dijelaskan mengenai proses pelaksanaan penelitian
tindakan kelas pada setiap siklus.
a.
Siklus I
1) Perencanaan
Pada
tahap perencanaan tindakan ada beberapa persiapan yang perlu dilakukan.
Persiapan yang dilakukan meliputi pembuatan rencana pelaksanaan pembelajaran
menulis pantun, menyiapkan media pembelajaran, menyiapkan instrumen tes yang
akan diujikan dalam tes menulis pantun, menyiapkan pedoman penilaian untuk
menilai tes menulis pantun, menyiapkan instrumen nontes berupa pedoman
observasi dan alat dokumentasi yang akan digunakan untuk memotret pelaksanaan
pembelajaran serta pedoman wawancara, kemudian pembentukan kelompok belajar
siswa.
2)
Pelaksanaan
Pelaksanaan atau pemberian tindakan pada kelas
VII C Sekolah Menengah Pertama Negeri 7 Singkawang dilaksanakan setelah
melakukan pra siklus. Tahap pelaksanaan ini dilakukan secara kolaborasi antara
guru dan peneliti.
3)
Observasi
Observasi
dilaksanakan selama proses pembelajaran berlangsung sebagai penunjang data
kualitatif yang diperolah selama proses pembelajaran berlangsung. Aspek yang di
amati pada saat proses pembelajaran berlangsung mulai dari membuka pelajaran
hingga berakhirnya proses pembelajaran yang dilakukan guru mata pelajaran
Bahasa Indonesia, sedangkan aspek yang diamati pada siswa mulai dari kesiapan
siswa menerima pelajaran hingga berakhirnya proses pembelajaran.
4)
Refleksi
Berdasarkan hasil observasi maka tahap
selanjutnya melakukan refleksi terhadap hasil pada siklus I untuk melihat
kekurangan dan kelebihan yang terjadi.
b. Siklus
II
1). Perencanaan
Perencanaan pada siklus II yaitu membuat
perencanaan pembelajaran berdasarkan hasil refleksi siklus pertama bersama guru
Bahasa Indonesia.
2).
Pelaksanaan
Pelaksanaan
penelitian pada kelas VII C Sekolah Menengah Pertama Negeri 7 Singkawang pada
minggu berikutnya dengan berkolaborasi dengan guru mata pelajaran Bahasa Indonesia
serta. Pada tahap pelaksanaan siklus II ini lebih ditingkatkan pada aspek-aspek
yang merupakan kekurangan pada siklus I.
3). Observasi
Observasi
dan evaluasi dilaksanakan selama proses pembelajaran berlangsung sebagai
penunjang data kualitatif yang diperoleh selama proses pembelajaran
berlangsung. Pada tahap observasi siklus II lebih dititik beratkan pada
kekurangan hasil observasi dan evaluasi yang terdapat pada siklus I.
4). Refleksi
Tahap refleksi
dilakukan setelah proses pembelajaran selesai Kekurangan yang muncul akan
diperbaiki pada siklus selanjutnya. Jika proses pemberian tindakan sudah
mencapai titik jenuh maka siklus dapat dihentikan
5. Sumber
data dan data
a.
Sumber Data
Sumber data dalam
penelitian ini diperoleh dari berbagai sumber yaitu sebagai berikut:
1)
Guru mata pelajaran Bahasa Indonesia kelas VII C SMP Negeri 7 Singkawang, sebagai
pengimplementasi keberhasilan pembelajaran melalui penerapan model Examples non Examples.
2)
Siswa kelas VII C SMP Negeri 7 Singkawang, yang
berjumlah 36 siswa terdiri dari siswa laki-laki dan perempuan, untuk
mendapatkan data mengenai hasil belajar dan aktivitas siswa dalam proses
pembelajaran.
3) Dokumen atau arsip yang mencakup catatan hasil belajar, portofolio,
kurikulum, Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), dan foto kegiatan proses
pembelajaran yang berlangsung.
b.
Data
Data dalam penelitian ini
terdiri atas dua data yang nantinya sekaligus menjadi fokus penelitian. Data
yang dimaksud adalah proses pelaksanaan pembelajaran menulis pantu dan hasil belajar
siswa melalui penerapan model Examples
non Examples. Data penelitian ini akan diperoleh secara langsung dari
proses pembelajaran menulis pantun melalui penerapan model Examples
non Examples pada siswa kelas VII C SMP Negeri 7 Singkawang.
6. Teknik
dan Alat Pengumpul data
a.
Teknik Pengumpul Data
Teknik pengumpul data
merupakan cara yang digunakan oleh peneliti untuk mengumpul data. Data adalah
segala fakta atau keterangan yang dijadikan bahan untuk menyusun informasi.
Zuldafrial (2009:45) menyebutkan ada 6 (enam) macam teknik penelitian yaitu
sebagai berikut.
1) Teknik observasi langsung
2) Teknik observasi tidak langsung
3) Teknik komunikasi langsung
4) Teknik komunikasi tidak langsung
5) Teknik studi dokumenter
6) Teknik pengukuran
Teknik pengumpulan data
yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah teknik observasi langsung,
komunikasi langsung, studi dokumentasi, dan pengukuran. Berikut akan dijelaskan
mengenai teknik pengumpulan data tersebut.
1)
Teknik Observasi Langsung
Teknik observasi langsung
menurut Ismawati (2010:98) adalah “kegiatan pengamatan terhadap suatu objek
dengan menggunakan seluruh alat indera manusia, yakni melalui penglihatan,
penciuman, pendengaran, peraba dan pengecap”. Pengamatan itu dilakukan terhadap
guru ketika melaksanakan kegiatan belajar mengajar di kelas maupun kinerja
siswa selama proses belajar mengajar berlangsung. (Suwandi, 2011:61). Sedangkan
menurut Sukmadinata (2012:220) mendefinisikan bahwa “observasi merupakan suatu teknik atau cara
mengumpulkan data dengan jalan mengadakan pengamatan terhadap kegiatan yang
sedang berlangsung”. Kegiatan tersebut bisa berkenaan dengan cara guru
mengajar, maupun respon siswa dalam belajar.
2)
Teknik Komunikasi Langsung
Teknik komunikasi langsung
adalah suatu tindakan yang dilakukan untuk memperoleh data atau informasi yang
diperlukan dalam penelitian. Menurut Zuldafrial (2009:46) mengungkapkan teknik
komunikasi langsung adalah “suatu metode pengumpulan data dimana si peneliti
langsung berhadapan dengan subjek penelitian untuk mendapatkan data atau
informasi yang diperlukan dengan cara melakukan komunikasi langsung dengan
subjek penelitian atau responden”. Sedangkan Nawawi (2012:101) mendefinisikan
teknik komunikasi langsung adalah “cara pengumpulan data yang mengharuskan
seorang peneliti mengadakan kontak langsung secara lisan atau tatap muka (face to face) dengan sumber data, baik
dalam situasi yang sebenarnya maupun dalam situasi yang sengaja dibuat untuk
keperluan tersebut”.
Berdasarkan definisi di
atas, teknik komunikasi langsung dalam penelitian ini adalah teknik yang
dilakukan dengan cara berdialog atau berkomunikasi langsung dengan narasumber.
Data yang diperoleh peneliti melalui teknik komunikasi langsung ini berkenaan dengan
penerapan model Examples non Examples
untuk meningkatkan keterampilan menulis pantun pada siswa.
3)
Teknik Studi Dokumenter
Teknik dokumentasi
digunakan sebagai teknik pengumpulan data selanjutnya. Menurut Sugiyono, (2012:329) mengungkapkan bahwa
“dokumen merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu”. Dokumen bisa
berbentuk tulisan, gambar, atau karya-karya monumental dari seseorang”. Sedangkan Sukmadinata
(2012:221) mengungkapkan “studi dokumenter merupakan suatu teknik pengumpulan
data dengan menghimpun dan menganalisis dokumen-dokumen, baik dokumen tertulis,
gambar maupun elektronik”.
Data dokumentasi yang
digunakan peneliti dalam rencana penelitian ini adalah berupa silabus, rencana
pelaksanaan pembelajaran (RPP), dan dokumentasi dalam bentuk gambar yaitu foto
kegiatan guru dan siswa pada saat proses kegiatan belajar mengajar berlangsung,
khususnya dalam menulis pantun melalui penerapan model Examples
non Examples serta dokumen lainnya seperti perangkat mengajar dan hasil
kerja siswa.
4)
Teknik Pengukuran
Teknik pengukuran digunakan
untuk memberikan tes pada siswa dengan maksud agar peneliti dapat mengumpulkan
data yang berkaitan dengan hasil belajar siswa setelah mengikuti proses pembelajaran
menulis pantun melalui penerapan model Examples
non Examples.
b.
Alat Pengumpul Data
Berdasarkan teknik
pengumpul data di atas, maka alat pengumpul data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut.
1). Panduan Observasi
Alat pengumpul data berupa
panduan observasi berisikan sejumlah daftar jenis kegiatan yang mungkin timbul
akan diamati. Dalam proses observasi pengamat memberi tanda (√) pada kolom
tempat peristiwa muncul gejala yang diobservasi (Zuldafrial, 2009:316).
2). Panduan Wawancara
Wawancara atau interview
digunakan sebagai alat pengumpul data selanjutnya. Menurut Ismawati (2011:97)
wawancara adalah “sebuah dialog yang dilakukan oleh pewawancara untuk
memperoleh informasi dari terwawancara”. Zuldafrial (2009:53) mengungkapkan
“wawancara merupakan suatu teknik pengumpulan data dengan jalan mengadakan
komunikasi dengan sumber data atau responden”. Wawancara dilakukan setelah dan
atas dasar hasil pengamatan dikelas maupun kajian dokumen Suwandi (2011:62).
3). Tes
Tes adalah serentetan
pertanyaan atau latihan atau alat lain yang digunakan untuk mengukur
keterampilan, pengetahuan, intelegensi, kemampuan atau bakat yang dimiliki oleh
individu atau kelompok Arikunto, (dalam Ismawati, 2010:90). Pemberian tes
dimaksudkan untuk mengukur sebarapa jauh hasil yang diperoleh siswa setelah
kegiatan pemberian tindakan. Dengan kata lain, tes disusun dan dilakukan untuk
mengetahui tingkat perkembangan keterampilan menulis siswa khususnya menulis pantun sesuai dengan
siklus yang ada.
4). Dokumentasi
Dokumen-dokumen yang
dimaksud adalah berupa dokumen pribadi siswa,
silabus, RPP, dan foto-foto saat proses pelaksanaan pembelajaran
berlangsung.
7. Teknik
Analisis Data
Teknik analisis data merupakan cara yang
yang digunakan peneliti untuk menganalisis data. Teknik analisis data yang
digunakan dalam penelitian ini yaitu teknik
deskriptif komparatif dan teknik analisis kritis.
c.
Teknik Deskriptif Komparatif
Teknik deskriptif komparatif digunakan untuk
data kuantitatif. Suwandi (2011:65) mengungkapkan bahwa “Teknik deskriptif
komparatif digunakan untuk data kuantitatif, yakni dengan membandingkan hasil
antar siklus”. Peneliti membandingkan hasil sebelum penelitian dengan hasil
akhir setiap siklus. Data kuantitaif dipakai untuk menganalisi data yang
diperoleh dari hasil menulis pantun pada siklus I dan siklus II. Hasil pemberian tes dari masing-masing
siklus tersebut kemudian dianalisis. Berikut akan dijelaskan mengenai langkah
perhitungannya.
a.
Merekap skor yang diperoleh
siswa
b.
Menghitung skor komulatif dari
seluruh aspek
c.
Menghitung skor rata-rata



N
Mean (X) = Jumlah nilai rata-rata
(

Jumlah
Subjek (N)
(Darmadi,
2011:300)
Kriteria
penilaian:
90-100
= Sangat baik
80-89 = Baik
70-79 = Cukup
60-69 = Kurang
50-59 = Sangat Kurang
(Arikunto,
2010:319)
Hasil perhitungan dari masing-masing siklus
kemudian dibandingkan. Melalui perhitungan ini akan diketahui persentase peningkatan
keterampilan menulis pantun melalui penerapan model pembelajaran Examples non Examples.
d.
Teknik Analisis Kritis
Teknik analisis kritis digunakan untuk data
kualitatif. Suwandi (2011:66) mengungkapkan “teknik analisis kritis mencakup
kegiatan untuk mengungkapkan kelemahan dan kelebihan kinerja siswa dan guru
dalam proses belajar mengajar berdasarkan kriteria normatif yang diturunkan
dari kajian teoretis maupun dari ketentuan yang ada”. Hasil analisis tersebut
dijadikan dasar dalam menyusun perencanaan tindakan untuk tahap berikutnya
sesuai dengan siklus yang ada. Analisis data dilakukan bersamaan atau setelah
pengumpulan data. Melalui analisis data kualitatif ini dapat diketahui
peningkatan proses pembelajaran dan hasil pembelajaran melalui penerapan model Examples non Examples.
DAFTAR PUSTAKA
Apriani, dkk. (2010). Implementasi Model Pembelajaran Examples non Examples. Sumedang: FKIP
PGMI. IKIP PGRI SUMEDANG.
Arikunto,
S., dkk. (2014). Penelitian Tindakan Kelas.
Jakarta: PT Bumi Aksara.
Darmadi, H. (2011). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung:
Alfabeta.
Finoza,
L. (2008). Komposisi Bahasa Indonesia.
Jakarta: Diksi Insan Mulia.
Hamdani.
(2011). Strategi Belajar Mengajar.
Bandung: CV Pustaka Setia.
Huda,
M. (2014). Cooperative Learning.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Ismawati, E.
(2011). Metode Penelitian Pendidikan
Bahasa dan Sastra. Surakarta: Yuma Pustaka.
Nawawi, H.
(2012). Metode Penelitian Bidang Sosial.
Yogyakarta: Gajah Mada University Press.
Nurgiyantoro, B.
(2010). Penilaian Pembelajaran Bahasa
berbasis Kompetensi. Yogyakarta: BPFE.
Nurjamal,
D., dkk. (2011). Terampil berbahasa.
Bandung: Alfabeta.
Pusat pembinaan
Bahasa Departemen Pendidikan nasional RI. (2010). Panduan EYD dan Tata Bahasa Indonesia. Jakarta Selatan: Trans Media
Puskata.
Slavin,
R.E. (2010). Cooperative Learning. Bandung
Nusa Media.
Sugiyono.(2012).
Metode Penelitian Pendidikan.
Bandung: Alfabeta.
Sukmadinata,
N.S. (2012). Metode Penelitian Pendidikan.
Bandung: Remaja Rosdakarya.
Suwandi, S.
(2011). Penelitian Tindakan Kelas (PTK)
& Penulisan karya Ilmiah. Surakarta: Yuma Pustaka.
Tarigan, G. H.
(2008). Menulis Sebagai Suatu
Keterampilan Berbahasa. Bandung: Angkasa.
Zainurrahman.
(2013). Menulis dari Teori Hingga Praktik.
Bandung: Alfabeta.
Zuldafrial. (2009).
Pendekatan Penelitian dan teknik
penulisan karya ilmiah. Pontianak: Pustaka Abuya.
Zuldafrial
dan Lahir. M . (2012). Penelitian
Kualitatif. Surakarta: Yuma Pustaka.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar