Minggu, 08 Mei 2016

Upaya Meningkatkan Keterampilan Menulis Pantun Melalui Penerapan Model Pembelajaran Examples Non Examples Pada Siswa Kelas VII C SMP Negeri 7 Singkawang.



A.  Judul Penelitian
Upaya Meningkatkan Keterampilan Menulis Pantun Melalui Penerapan Model Pembelajaran Examples Non Examples  Pada Siswa Kelas VII C SMP Negeri 7 Singkawang.
B.  Latar Belakang
Pendidikan merupakan modal awal manusia untuk terus berkembang di jaman moderen saat ini. Pendidikan menjadi bekal yang penting bagi tiap bangsa untuk menunjang tumbuh kembang sumber daya manusianya. Berbagai macam cara dilakukan dalam mendukung perkembangan pendidikan ditiap negara, seperti halnya Indonesia banyak melakukan berbagai cara untuk meningkatkan pendidikan itu sendiri. Dengan adanya upaya meningkatkan mutu pendidikan maka secara tidak langsung seluruh komponen yang terdapat di dalamnya mesti turut serta dalam mewujudkan peningkatan mutu pendidikan. Hal ini mesti didukung secara penuh agar apa yang dituju dapat terealisasi secara nyata.
Pembuktian peningkatan mutu pendidikan dapat kita jumpai pada tiap-tiap sekolah, seperti para guru menggunakan media, metode, maupun model pembelajaran yang beragam demi untuk mewejudkan mutu pendidikan itu sendiri. Cara yang dilakukan para guru berlaku pada semua mata pelajaran. Secara khusus guru bidang studi bahasa Indonesia menerpakna berbagai macam model pembelajaran agar mampu meningkatkan keterampilan berbahasa siswa. Penerapan model pembelajaran yang dilakukan guru bertujuan untuk menilai yang manakah model pembelajaran yang cocok digunakan ditiap materi yang berbeda. Khususnya pada pembelajaran bahasa Indonesia di sekolah menjadi komponen penting dalam upaya pengembangan keterampilan berbahasa. Oleh karena itu, pembelajaran bahasa Indonesia diarahkan untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam berkomunikasi, baik secara lisan maupun tertulis. Selain itu, melalui pembelajaran bahasa Indonesia diharapkan pula dapat menumbuh rasa menghargai karya cipta manusia dalam diri siswa. Dengan demikian, hakikat dari pembelajaran bahasa Indonesia dapat terwujud.
Pembelajaran bahasa Indonesia mencakup empat keterampilan berbahasa yaitu keterampilan menyimak, membaca, berbicara, dan menulis. keempat keterampilan tersebut dalam pembelajaran bahasa Indonesia, diharapkan dapat dilaksanakan secara terpadu, tidak terpisah-pisah. Keterpaduan itu merupakan wujud dari proses komunikasi yang melibatkan keempat keterampilan berbahasa secara terpadu. Berdasarkan empat keterampilan berbahasa maka dalam penelitian ini akan mengangkat suatu masalah dalam meningkatkan keterampilan menulis pantun siswa melalui penerapan model pembelajaran examples non examples.
Dilihat dari segi kompetensi berbahasa, menulis merupakan keterampilan yang produktif dan ekspresif; menghasilkan bahasa. Dilihat dari pengertian secara umum, menurut Nurgiyantoro (2010:425) “Menulis adalah aktivitas mengemukakan gagasan melalui media bahasa”. Tarigan (2008:4) mengungkapkan “Keterampilan menulis merupakan suatu ciri dari orang yang terpelajar atau bangsa yang terpelajar”. Dengan demikian, keterampilan menulis siswa perlu ditingkatkan sejak dini. Keterampilan menulis memiliki peranan penting bagi siswa. Pertama, memudahkan siswa untuk berpikir kritis. Kedua, memperdalam daya tanggap atau persepsi siswa. Melalui kegiatan menulis, guru dapat mendorong peningkatan keterampilan berpikir tingkat tinggi. Peningkatan keterampilan menulis siswa bertujuan untuk meningkatkan keterampilan siswa dalam mengungkapkan informasi dengan berbagai bentuk tulisan, misalnya dalam bentuk rangkuman, teks berita, dan mengungkapkan pikiran dan perasaan dalam pantun.
kenyataan yang peneliti temukan bahwa keterampilan menulis pantun pada siswa kelas VII C masih rendah dibandingkan dengan kelas VII A dan VII B dengan nilai KKM 70. Kenyataan tersebut dapat diketahui dari hasil tes yang telah dilakukan guru yang menunjukkan bahwa dari 26 siswa, hanya 2 siswa yang dapat dikategorikan tuntas belajar dengan nilai 70, dan siswa lain dikategorikan belum tuntas dengan rata-rata 41,56. Sehubungan dengan hal tersebut, rata-rata nilai keseluruhan siswa kelas VII C mendapatkan nilai 46,92. Oleh karena itu, dalam penelitian ini, peneliti memfokuskan pada kelas VII C.
Berdasarkan hasil wawancara peneliti dengan guru mata pelajaran bahasa Indonesia kelas VII C ditemukan beberapa masalah yang selama ini dihadapi guru dalam proses pembelajaran menulis pantun. Masalah-masalah tersebut yaitu, pertama rendahnya keterampilan siswa dalam menulis pantun, kedua kurangnya keaktifan siswa untuk terlibat dalam proses pembelajaran menulis pantun, ketiga kurangnya perhatian siswa terhadap pembelajaran menulis pantun, dan keempat kemauan dan keseriusan siswa untuk belajar berkelompok sangat rendah, misalnya siswa hanya diam, mengganggu teman yang berdiskusi, serta tidak berani mengajukan pendapat. Permasalahan-permasalahan tersebutlah yang selalu dihadapi guru dalam pembelajaran menulis pantun.
Berdasarkan observasi peneliti, beberapa masalah yang muncul dalam proses pembelajaran menulis pantun di kelas VII C disebabkan oleh beberapa faktor. Faktor-faktor tersebut antara lain ketidak tepatan guru dalam memilih model pembelajaran, penggunaan media pembelajaran belum secara maksimal, dan teknik mengajar guru yang kurang bervariasi. Berdasarkan ketiga faktor tersebut, faktor yang paling berpengaruh terhadap rendahnya keterampilan menulis pantun siswa adalah faktor pemilihan model pembelajaran.
Berdasarkan kenyataan tersebut, diperlukan suatu upaya untuk mengatasi masalah-masalah yang muncul dalam pembelajaran menulis pantun. Sehubungan dengan hal tersebut, dalam penelitian ini, upaya yang akan dilakukan peneliti bersama guru mata pelajaran Bahasa Indonesia kelas VII C adalah dengan menggunakan model pembelajaran examples non examples. Penggunaan model pembelajaran examples non examples  merupakan suatu alternatif untuk mengatasi masalah-masalah yang muncul dalam pembelajaran dan sekaligus sebagai upaya untuk meningkatkan keterampilan menulis pantun siswa.
Model pembelajaran examples non examples  merupakan model pembelajaran yang mengelompokkan siswa dalam kelompok kecil dan menggunakan media sebagai perangsang siswa memahami keterampilan. Selain itu, dalam model pembelajaran examples non examples  siswa didorong untuk saling membantu, memotivasi, dan menguasai keterampilan yang diberikan oleh guru. Model pembelajaran ini, menempatkan siswa dalam kelompok belajar yang beranggotakan 23 orang. Kelompok belajar tersebut merupakan campuran siswa menurut tingkat prestasi, jenis kelamin, ataupun suku. Proses pembelajaran dengan model pembelajaran examples non examples  yakni, guru menyiapkan media yang akan digunakan sebagai bahan analisis siswa, kemudian siswa belajar secara berkelompok untuk menganalisis media yang ditampilkan tersebut dan berusaha untuk memastikan jika seluruh anggota kelompok telah menguasai keterampilan yang diharapkan.
Berpijak pada uraian di atas, maka peneliti memilih tema “Upaya Meningkatkan Keterampilan Menulis Pantun Melalui Penerapan Model Pembelajaran Examples Non Examples  Pada Siswa Kelas VII C SMP Negeri 7 Singkawang”. Diharapkan dengan menggunakan model ini dapat meningkatkan pemahaman dan mengurangi kebosanan siswa sehingga dapat membangun motivasi siswa untuk meningkatkan kemampuan menulis pantun.
C.  Identifikasi Masalah
1.      Masih rendahnya keterampilan siswa dalam menulis pantun.
2.      Siswa cenderung pasif dalam proses pembelajaran.
3.      Kurangnya minat siswa dalam proses pembelajaran menulis pantun.
D.  Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah di atas maka batasan masalah penelitian ini adalah “Upaya Meningkatkan Keterampilan Menulis Pantun Melalui Penerapan Model Pembelajaran Examples Non Examples  Pada Siswa Kelas VII C SMP Negeri 7 Singkawang ?
Berdasarkan pembatasan masalah yang ada maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.      Bagaimanakah Perencanaan Pembelajaran Keterampilan Menulis Pantun Melalui Penerapan Model Pembelajaran Examples Non Examples  Pada Siswa Kelas VII C SMP Negeri 7 Singkawang ?
2.      Bagaimanakah Proses Pelaksanaan Pembelajaran Keterampilan Menulis Pantun Melalui Penerapan Model Pembelajaran Examples Non Examples  Pada Siswa Kelas VII C SMP Negeri 7 Singkawang?
3.      Bagaimanakah hasil Pembelajaran Keterampilan Menulis Pantun Melalui Penerapan Model Pembelajaran Examples Non Examples  Pada Siswa Kelas VII C SMP Negeri 7 Singkawang ?
E.   Hipotesis Tindakan
Hipotesis tindakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.
1.      Terdapat peningkatan proses pelaksanaan pembelajaran keterampilan menulis pantun melalui penerapan model Examples non Examples pada siswa kelas VII C SMP Negeri 7 Singkawang.
2.      Terdapat peningkatan hasil pembelajaran keterampilan menulis pantun melalui penerapan  model Examples non Examples pada siswa kelas VII C SMP Negeri 7 Singkawang.
F.   Tujuan
Dilihat dari batasan masalah di atas maka akan mendapatkan suatu gambaran tentang “Upaya Meningkatkan Keterampilan Menulis Pantun Melalui Penerapan Model Pembelajaran Examples Non Examples  Pada Siswa Kelas VII C SMP Negeri 7 Singkawang”.
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka penelitian ini memiliki tujuan yang ingin dicapai yaitu untuk mendeskripsikan tentang:
1.      Perencanaan Pengajaran Keterampilan Menulis Pantun Melalui Penerapan Model Pembelajaran Examples Non Examples  Pada Siswa Kelas VII C SMP Negeri 7 Singkawang.
2.      Proses Pelaksanaan Pengajaran Keterampilan Menulis Pantun Melalui Penerapan Model Pembelajaran Examples Non Examples  Pada Siswa Kelas VII C SMP Negeri 7 Singkawang.
3.      hasil Pengajaran Keterampilan Menulis Pantun Melalui Penerapan Model Pembelajaran Examples Non Examples  Pada Siswa Kelas VII C SMP Negeri 7 Singkawang.
G.  Manfaat
1.      Manfaat Teoretis
Secara teoretis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat dalam kegiatan belajar mengajar bidang studi bahasa Indonesia, yaitu dalam pembelajaran menulis puisi menambah khasanah pengembangan pengetahuan menulis puisi dan pengembangan model pembelajaran menulis puisi dengan menggunakan model  pembelajaran examples non examples .
2.      Manfaat Praktis
Manfaat praktis penelitian ini antara lain sebagai berikut.
a.       Bagi peneliti, mengetahui peningkatan keterampilan menulis puisi siswa setelah dilaksanakan proses pembelajaran menulis puisi dengan menggunakan model  pembelajaran examples non examples .
b.      Bagi guru
1)      Memberikan solusi pada kesulitan pelaksanaan pembelajaran menulis puisi dengan menggunakan model pembelajaran examples non examples .
2)      Sebagai suatu pilihan untuk menerapkan satu di antara model pembelajaran yang tepat untuk meningkatkan proses pembelajaran menulis puisi.
c.       Bagi siswa
1)      Sebagai sarana meningkatkan keterampilan menulis puisi.
2)      Sebagai sarana untuk meningkatkan motivasi belajar terutama dalam pembelajaran menulis puisi.
d.      Bagi peneliti selanjutnya, sebagai bahan perbandingan dan referensi penelitian yang berhubungan dengan upaya peningkatan keterampilan menulis, khususnya keterampilan menulis puisi.


H.    Ruang Lingkup Penelitian
     Penelitian memerlukan ruang lingkup hal ini dimaksudkan untuk memberi batasan terhadap suatu kajian agar tidak terlalu luas. Ruang lingkup dalam penelitian ini dibagi menjadi dua bagian yaitu.
1.      Variabel Tunggal
Variabel tunggal dalam penelitian ini yaitu “Keterampilan Menulis Pantun Melalui Penerapan model Examples non Examples Pada Siswa”. Aspek-aspek yang terdapat dalam variabel tersebut yaitu:
a.     Meningkatkan Keterampilan Menulis Pada Siswa, dengan indikator:
1)      Hakikat menulis
2)      Tujuan menulis
3)      Jenis-jenis menulis
4)      Menulis pantun
b.  Penerapan Model Examples non Examples Pada Siswa, dengan indikator:
1)      Model Examples non Examples
2)      Langkah-langkah penerapan model Examples non Examples
3)      Kelebihan dan kekurangan model Examples non Examples
c.    Pembelajaran Menulis Pantun Melalui Penerapan Model Examples non Examples
I.       Penjelasan Istilah
Definisi operasional merupakan batasan atau bentuk kesamaan persepsi antara maksud penulis dan pembaca agar tidak terjadi salah penafsiran terhadap makna kata dalam suatu penelitian. Untuk menghindari kesalahan dalam menafsirkan makna kata ataupun istilah-istilah yang digunakan dalam penelitian ini maka penulis akan memberikan penjelasan sebagai berikut.
1.      Upaya dimaksudkan sebagai usaha yang dilakukan peneliti bersama guru untuk memecahkan permasalahan-permasalahan yang muncul dalam pembelajaran menulis pantun dan khususnya untuk meningkatkan keterampilan menulis pantun siswa dengan menggunakan model Examples non Examples.
2.      Meningkatan adalah suatu upaya dan usaha yang mengupayakan terjadinya suatu perubahan yang lebih baik. Upaya yang dilakukan dalam peningkatan suatu pembelajaran yakni dengan penerapan suatu model yang dianggap ampuh sebagai formula.
3.      Keterampilan adalah kemahiran yang dituntut untuk menyelesaikan tugas. Sehubungan dengan asumsi tersebut keterampilan dalam penelitian ini adalah kemahiran siswa untuk dapat menguasai keterampilan menulis pantun dengan baik.
4.      Menulis adalah sebuah proses kreatif dalam menuangkan pikiran, perasaan, ide, dan maksud lainnya melalui bahasa tulis yang dipergunakan untuk berkomunikasi secara tidak langsung, dengan kata lain tidak secara tatap muka dengan orang lain.
5.      Pantun merupakan suatu karya sastra yang tergolong dalam genre puisi lama yang sangat dikenal dalam bahasa nusantara, pantun tidak hanya dikenal sebagai karya sastra namun pantun juga dijadikan materi dalam pembelajaran bahasa indonesia.
6.      Model Examples non Examples adalah Model pembelajaran Examples non Examples adalah model pembelajaran yang mengelompokkan siswa dalam kelompok kecil dan menggunakan contoh-contoh. 
Selaras dengan paparan tersebut, maka dalam rencana penelitian ini  model pembelajaran Examples non Examples merupakan model pembelajaran yang digunakan peneliti bersama guru sebagai alternatif untuk memecahkan permasalahan yang muncul dalam pembelajaran menulis pantun khususnya untuk meningkatkan keterampilan menulis pantun pada siswa.
Berdasarkan penjelasan mengenai istilah tersebut, yang dimaksud dengan Upaya Meningkatkan Keterampilan Menulis Pantun Melalui Penerapan Model Pembelajaran Examples Non Examples  Pada Siswa Kelas VII C SMP Negeri 7 Singkawang adalah penerapan model pembelajaran yang mengelompokkan siswa dalam kelompok kecil dan menggunakan contoh-contoh  sebagai usaha yang dilakukan peneliti berkolaborasi dengan guru untuk meningkatkan keterampilan siswa dalam menulis pantun.
J.       Kajian Teori
1.      Keterampilan Menulis
a.       Hakikat Menulis
Kemajuan teknologi tidak mengurangi peranan tulisan bahkan sebaliknya fungsi keduanya saling menguatkan. Melalui tulisan kita dapat melestarikan, menciptakan, dan mengomunikasikan sesuatu kepada orang lain secara  melalui tulisan itu sendiri atau dengan media elektronik. Keterampilan menulis merupakan satu dari empat keterampilan berbahasa yang terdiri dari menyimak, berbicara, membaca, dan menulis. Dari ketiga keterampilan berbahasa tersebut menulis juga tidak kalah pentingnya karena banyak hal-hal yang dapat diciptakan melalui bahasa tulis. Menulis dikatakan sebagai suatu aktifitas berbahasa, tidak akan pernah  tuntas dan lengkap dibahas, dikarenakan begitu rumit dan bervariasinya konsep dan terapannya. Menulis merupakan sebuah proses penting dalam kehidupan siapa saja dewasa ini, karena selain menunjang profesionalisme, juga merupakan refleksi dari kesadaran berbahasa dan kemampuan berkomunikasi sebagai makhluk sosial yang memiliki kompetensi.
24
 
Proses komunikasi yang dilakukan manusia tidak selalu berupa bahasa namun bisa melalui gerak-gerik refleks yang sederhana dan bunyi-bunyi yang tidak berupa bahasa. Proses komunikasi berlangsung  melalui tiga media yaitu visual (atau nonverbal), oral (lisan, dan written (tulis) komunikasi lisan dan tulis sangat erat berhubungan karena sifat dan penggunaannya yang saling berkaitan dalam bahasa. Kemajuan suatu bangsa dan negara dapat diukur dari maju tidaknya komunikasi tulis bangsa tersebut. Maju atau tidaknya komunikasi tulis dapat dilihat dan diukur dari kualitas dan kuantitas hasil percetakan yang terdapat di negara tersebut, yang antara lain meliputi penerbitan-penerbitan surat kabar-surat kabar, majalah-majalah, dan buku-buku. Karena begitu pentingnya menulis dalam hal ini Tarigan (2008:3) mengungkapkan bahwa “menulis merupakan suatu kegiatan yang produktif dan ekspresif, dalam kegiatan menulis penulis haruslah terampil memanfaatkan grafolegi, struktur bahasa, dan kosakata karena dalam keterampilan menulis tidak akan datang secara otomatis, tetapi harus melalui latihan dan praktik yang banyak dan teratur”. Berhubungan dengan paparan di atas, peneliti akan menguraikan pengertian menulis menurut beberapa ahli yaitu sebagai berikut :
1)      Nurjamal, dkk (2011:69) mendefinisikan “menulis merupakan sebuah proses kreatif menuangkan gagasan dalam bentuk bahasa tulis untuk tujuan, misalnya, memberitahu, meyakinkan, dan menghibur”.
2)      White dan Arndt (dalam Suwandi, 2011:117) menjelaskan “bukanlah urusan sederhana menuliskan bahasa ke dalam lambang tulisan; menulis merupakan suatu proses berpikir dalam kebenaran yang dimilikinya”.
3)      Tarigan (2008:22) mendefinisikan “menulis ialah menurunkan atau melukiskan lambang-lambang grafik yang menggambarkan suatu bahasa yang dipahami oleh seseorang, sehingga orang-orang lain dapat membaca lambang grafik tersebut kalau mereka memahami bahasa dan gambaran grafik itu”.
4)      Zainurrahman (2013:186) menjelaskan “menulis itu seperti pedang yang memiliki dua sisi yang sama tajamnya; belajar untuk menulis, dan menulis untuk belajar ini terjadi karena proses menulis itu membimbing pemikiran kita, karena menulis itu adalah berfikir”.
5)      Nurgiyantoro (2010:425) mendefinisikan “menulis adalah aktifitas mengemukakan gagasan melalui media bahasa”.
Berdasarkan pendapat para ahli mengenai pengertian menulis di atas, maka dapat disimpulkan bahwa menulis adalah suatu proses berpikir kreatif dalam menuangkan gagasan  dalam bentuk bahasa tulis yang digambarkan melalui lambang tulisan bahasa sehingga dapat dipahami oleh pembaca, dari kegiatan menulis itu sendiri dipergunakan untuk berkomunikasi secara tidak langsung, tidak secara tatap muka dengan orang lain sehingga dalam menulis harus terampil dalam memanfaatkan struktur bahasa dan kosakata agar tidak terjadi kesalahan dalam menafsirkan makna tulisan tersebut.
b.      Tujuan Menulis
Keterampilan menulis tentunya dilakukan dengan maksud dan tujuan yang ingin dicapai seorang penulis. Sebaik apapun tulisan seorang penulis jika tanpa maksud dan tujuan tulisan tersebut tidak akan ada artinya. Dengan adanya tujuan menulis seorang penulis akan mengetahui apa dan untuk siapa tulisan tersebut disampaikan. Tujuan menulis pada intinya untuk menyampaikan pesan atau informasi kepada pembaca yang dilakukan secara tidak langsung bertatap muka. Selaras dengan penjelasan tersebut Tarigan (2008:24) mengkategorikan tujuan menulis bagi penulis pemula sebagai berikut.
1)   Memberitahu atau mengajar;
2)   Meyakinkan atau mendesak;
3)   Menghibur atau menyenangkan;
4)   Mengutarakan / mengekspresikan perasaan dan emosi yang berapi-api.
Maksud atau tujuan penulis (the writer’s intention) adalah responsi atau jawaban yang diharapkan oleh penulis akan diperolehnya dari pembaca”. Berdasarkan batasan ini, dapat dikatakan bahwa.
1)      Tulisan yang bertujuan untuk memberitahukan untuk memberitahukan atau mengajar disebut wacana informatif.
2)      Tulisan yang bertujuan untuk meyakinkan atau mendesak disebut wacana persuasif.
3)      Tulisan yang bertujuan untuk menghibur atau menyenangkan atau yang mengandung tujuan estetik disebut tulisan literer (wacana kesastraan).
4)      Tulisan yang mengeksperikan perasaan dan emosi yang kuat atau berapi-api disebut wacana eskpresif. (Tarigan, 2008:24).
Menurut Peck dan Schulz (dalam Tarigan, 2008:9) program-program dalam bahasa tulis direncanakan untuk mencapai tujuan-tujuan sebagai berikut.
1)   Membantu para siswa memahami bagaimana caranya ekspresi tulis dapat melayani mereka, dengan jalan menciptakan situasi-situasi di dalam  kelas yang jelas memerlukan karya tulis dan kegiatan penulis.
2)   Mendorong para siswa mengeksperikan diri mereka secara bebas dalam tulisan.
3)   Mengajar para siswa menggunakan bentuk yang tepat dan serasi dalam ekspresi tulis.
4)   Mengembangkan pertumbuhan bertahap dalam menulis dengan cara membantu para siswa menulis sejumlah maksud dengan sejumlah cara dengan penuh keyakinan pada diri sendiri secara bebas.
Sehubungan dengan tujuan menulis yang dikategorikan di atas, Hugo Hartig merangkum tujuan menulis sebagai berikut.
(1)   Assignment purpose ( tujuan penugasan)
Tujuan penugasan ini sebenarnya tidak mempunyai tujuan sama sekali. Penulis menulis sesuatu karena ditugaskan, bukan atas kemauan sendiri misalnya para siswa yang diberi tugas merangkum buku dari gurunya.
(2)    Altruistic purpose (tujuan altruistik)
Penulis bertujuan untuk menyenangkan para pembaca, menghindarkan kedukaan para pembaca, ingin menolong para pembaca memahami, menghargai perasaan, dan penalarannya, ingin membuat hidup para pembaca lebih mudah dan lebih menyenangkan dengan karyanya itu.

(3)            Persuasive purpose (tujuan persuasif)
Tulisan yang bertujuan meyakinkan para pembaca akan kebenaran gagasan yang diutarakan.
(4)     Informational purpose (tujuan informasional, tujuan penerangan)
Tulisan yang bertujuan memberi informasi atau keterangan/penerangan kepada para pembaca.
(5)     Self-exspressive purpose (tujuan pernyataan diri)
Tulisan yang bertujuan memperkenalkan atau menyatakan diri sang pengarang kepada para pembaca.
(6)     Creative purpose (tujuan kreatif)
Tujuan ini erat berhubungan dengan tujuan pernyataan diri tetapi “keinginan kreatif” di sini melebihi pernyataan diri, dan melibatkan dirinya dengan keinginan mencapai norma artistik, atau seni ideal, seni idaman. Pada intinya tulisan ini bertujuan untuk mencapai nilai-nilai artistik, nilai-nilai kesenian.
(7)     Problem-solving purpose (tujuan pemecahan masalah)
Dalam tulisan seperti ini penulis ingin memecahkan masalah yang dihadapi. Penulis ingin menjelaskan, menjernihkan, menjelajahi serta meneliti secara cermat pikiran-pikiran dan gagasannya sendiri agar dapat dimengerti dan diterima oleh pembaca.
Berdasarkan penjabaran mengenai tujuan menulis tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa tujuan menulis yaitu untuk mengutarakan atau mengekspresikan perasaan, meyakinkan, memberitahukan serta mengajar, serta bertujuan untuk menghibur yang mengandung tujuan estetik disebut tulisan literer atau wacana kesastraan yang menuangkan kreatifitas diri.



c.     Jenis-jenis Menulis
Jenis-jenis menulis telah banyak diklasifikasikan oleh para ahli. Beberapa jenis menulis tersebut diungkapkan menurut pendapat ahli yaitu sebagai berikut.
1)      Nurjamal dkk, (2011:69) menjelaskan penjenisan tulisan dapat ditinjau dari berbagai segi, antara lain berdasarkan keobjektifan masalah dan berdasarkan isi dan sifatnya. Berdasarkan keobjektifan masalahnya tulisan dapat dibedakan menjadi tiga jenis, yakni: 1) tulisan ilmiah, 2) tulisan popular, dan 3) tulisan fiktif. Berdasarkan isi dan sifatnya, tulisan terdiri atas: 1) naratif, 2) deskriptif, 3) ekspositorik, 4) persuasif, dan 5) argumentatif.
2)      Salisbury (dalam Tarigan, 2008:27) membagi tulisan berdasarkan bentuknya yaitu, bentuk-bentuk obyektif, yang mencakup penjelasan yang terperinci mengenai proses, batasan, laporan, dan dokumen. Bentuk subjektif mencakup otobiografi, surat-surat, penilaian pribadi, esei informal, potret/gambaran, dan satire.
3)      Weayer (dalam Tarigan, 2008:28) mengklasifikasi tulisan berdasarkan bentuknya yaitu, 1) eksposisi yang mencakup definisi dan analisis, 2) deskripsi yang mencakup deskripsi ekspositori, dan deskripsi literer, 3) narasi yang mencakup urutan waktu, motif, konflik, titik pandangan, pusat minat, 4) argumentasi yang mencakup induksi dan deduksi.
4)      Chenfeld (dalam Tarigan, 2008:29) membuat klasifikasi tulisan menjadi dua yaitu, 1) tulisan kreatif yang member penekanan pada ekspresi diri secara pribadi, 2) tulisan ekspositori yang mencakup penulisan surat, penulisan laporan, timbangan buku, resensi buku, dan rencana penelitian.
Selaras dengan pendapat para ahli tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa jenis-jenis menulis dapat ditinjau dari berbagai segi  antara lain berdasarkan keobjektifan masalah dan berdasarkan isi dan sifatnya. Berdasarkan keobjektifan masalahnya dapat dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu.
1)    Tulisan Ilmiah
Tulisan ilmiah disajikan secara sistemetis, logis, dan bahasanya lugas. Conth tulisan ilmiah, atau lebih sering disebut dengan KTA (Karya Tulis Akademik), atau KTI (Karya Tulis Ilmiah) adalah skripsi, tugas akhir, projek akhir, makalah, laporan praktikum, tesis, buku teks, dan disertasi.
2)   Tulisan Populer
Tulisan populer sejatinya disajikan secara sistematis, dengan bahasa yang lugas, tetapi kelogisan dan kelugasannya masih dapat dipertanyakan.  Masih dapat dipertanyakan karena tulisan semacam ini dibuat penulisnya tanpa penelitian yang seksama. Data yang dikemukakannya cenderung diwarnai oleh pendapatnya sendiri, walaupun mungkin saja apa yang dikemukakannya itu dapat dibuktikan kebenarannya.
3)   Tulisan Fiktif
Karangan fiktif cenderung mempergunakan ragam bahasa yang bersifat konotatif. Contoh tulisan fiktif berupa puisi, cerpen, novel, dan drama serta skenario film.
Berdasarkan isi dan sifatnya, tulisan terdiri atas naratif, deskriptif, ekspositorik, persuasif dan argumentatif. Berikut akan dijelaskan mengenai kelima jenis tulisan tersebut.
1)         Ekspositorik
Ekspositorik dapat diartikan sebagai suatu uraian. Sebagaimana yang dijelaskan oleh Nurjamal dkk, (2011:71) bahwa “eksposisi adalah tulisan yang berisi sebuah pembahasan tentang suatu persoalan beserta penjelasan-penjelasannya secara terperinci supaya pembaca dapat memahami persoalan tersebut”.  Panduan EYD (2010:84) mendefinisikan eksposisi adalah “karangan atau tulisan yang berisi penjelasan-penjelasan atau paparan yang dapat memperluas pengetahuan pembaca”. Sedangkan Zainurahman (2011:74) mendefinisikan eksposisi adalah “tulisan yang digunakan oleh penulis untuk memberikan informasi penting kepada pembaca mengenai fakta-fakta penting seperti konsep, objek, teori, dan sebagainya”. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa eksposisi adalah tulisan yang bertujuan untuk memberikan informasi yang berisi penjelasan atau pembahasan secara terperinci sehingga tulisan tersebut dapat dipahami pembaca.
2)   Argumentatif
                Argumentatif dapat diartikan sebagai suatu pendapat. Argumentasi memiliki fungsi sosial yang sama dengan persuasi yaitu sama-sama bertujuan untuk meyakinkan. Zainurrahman (2011:73) mengungkapkan tulisan argumentasi “adalah tulisan yang fungsi sosialnya untuk merubah pola pikir pembaca, mengajak pembaca, untuk mengikuti atau membenarkan ideologi penulis”. Sedangkan Nurjamal dkk, (2011:71) mendefinisikan bahwa “tulisan argumentasi adalah tulisan yang berisi pendapat tentang suatu persoalan yang didukung dengan sejumlah argumentasi dengan maksud untuk meyakinkan pembaca atas pendapat yang dikemukakannya”. Selanjutnya Panduan EYD (2010:84) mendefinisikan argumentasi adalah “karangan atau tulisan yang berisi pendapat yang disertai pembahasan logis dan diperkuat dengan fakta-fakta sehingga pendapat itu diterima kebenarannya”. Berpijak pada teori-teori tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa argumentasi adalah tulisan yang berisi tentang suatu pendapat yang disertai pembahasan yang logis dengan memberikan fakta-fakta yang bertujuan untuk merubah pola pikir pembaca agar bisa menerima kebenaran dari pendapat tersebut.
3)   Persuasif
Persuasif dapat dikategorikan kedalam tulisan yang bersifat meyakinkan. Menurut Tarigan (2011:113) mendefinisikan bahwa “persuasi adalah tulisan yang dapat merebut perhatian pembaca, yang dapat menarik minat, dan yang dapat meyakinkan mereka bahwa pengalaman membaca merupakan suatu hal yang amat penting”. Penjelasan selanjutnya menurut Panduan EYD (2010:84) “persuasi merupakan karangan atau tulisan yang berisi imbauan atau ajakan kepada orang-orang tertentu, kelompok, atau masyarakat tentang sesuatu. Agar hal yang disampaikan itu dapat memengaruhi orang lain, harus pula disertai penjelasan dan fakta-fakta”. Sedangkan Nurjamal dkk, (2011:71) mendefinisikan bahwa “tulisan persuasi adalah sebuah tulisan yang berusaha menonjolkan fakta-fakta mengenai suatu persoalan yang kemudian fakta-fakta itu dijadikan dasar untuk mempengaruhi pembaca”. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa tulisan persuasi merupakan tulisan yang berusaha menonjolkan fakta-fakta mengenai suatu persoalan yang bertujuan untuk mempengaruhi serta menarik perhatian pembaca.
4)   Naratif
Naratif pada dasarnya tulisan yang berisi tentang suatu cerita. Hal tersebut selaras dengan pendapat Nurjamal dkk, (2011:70) yang menjelaskan bahwa “narasi merupakan sebuah tulisan yang sebagian besar berisi cerita. Meskipun di dalamnya terdapat gambaran-gambaran untuk melengkapi cerita tersebut, namun secara utuh tulisan tersebut bersifat cerita”. Panduan EYD (2010:85) mendefinisikan bahwa “narasi adalah karangan atau tulisan yang berisi cerita, ada pelaku, peristiwa, konflik, dan penyelesaiannya”. Selanjutnya Zainurrahman (2011:73) mendefinisikan bahwa “tulisan narasi adalah tulisan yang yang fungsi sosialnya untuk menceritakan sebuah kejadian di masa lampau”. Sedangkan Finoza (2009:244) mrndefinisikan narasi adalah “suatu bentuk tulisan yang berusaha menciptakan, mengisahkan, merangkaikan tindak-tanduk perbuatan manusia dalam sebuah peristiwa secara kronologis atau yang berlangsung dalam suatu kesatuan waktu”. Berdasarkan pendapat tersebut, maka dapat dipahami bahwa narasi merupakan tulisan yang berisi tentang suatu cerita yang bertujuan untuk menghibur dan berusaha untuk mengisahkan kepada pembaca atau pendengar agar ikut merasakan kejadian atau peristiwa yang dialami dalam cerita tersebut.
5)   Deskriptif
Deskriptif dapat juga diartikan sebagai tulisan yang menggambarkan suatu peristiwa dengan kata-kata. Pernyataan tersebut selaras dengan Zainurrahman (2011:45) yang mendefinisikan “deskripsi adalah tulisan yang bersifat menyebutkan karakteristik-karakteristik suatu objek secara keseluruhan, jelas, dan sistematis”. Kemudian Topkins (dalam Zainurrahman, 2011:45) menyebutkan bahwa “tulisan deskripsi adalah tulisan yang seolah-olah melukis sebuah gambar dengan menggunakan kata-kata”. Sedangkan Nurjamal dkk, (2011:71) mendefinisikan bahwa “tulisan deskripsi adalah tulisan yang berisi gambaran tentang suatu objek atau keadaan tertentu yang dijelaskan seolah-olah objek tersebut terlihat”. Selanjutnya Panduan EYD (2010:85) mendefinisikan deskripsi adalah “karangan atau tulisan yang berisi pengalaman sesuatu yang dilihat, dirasa, didengar, dialami, dan sebagainya sehingga membuat pembaca seolah-olah melihat, merasa, mendengar, dan mengalami apa yang digambarkan”. Pernyataan-pernyataan tersebut dipertegas Tarigan (2008:52) bahwa tulisan deskripsi adalah “tulisan yang bertujuan mengajak para pembaca bersama-sama menikmati, merasakan, memahami dengan sebaik-baiknya beberapa obyek (sasaran, maksud), adegan, kegiatan (aktivitas), orang (pribadi, oknum), atau suasana hati (mood) yang telah dialamioleh sang penulis”. Sependapat dengan teori-teori tersebut, maka dapat dipahami bahwa deskripsi adalah tulisan yang berisi gambaran tentang suatu objek dengan tujuan untuk mengajak pembaca agar ikut menikmati, merasakan, memahami, dan menggambarkan apa yang dialami oleh penulis.
Berdasarkan penjabaran mengenai jenis-jenis menulis di atas, maka dapat disimpulkan bahwa jenis-jenis menulis dapat ditinjau dari berbagai segi keobjektifan masalahnya dapat dibedakan menjadi tiga jenis yaitu, tulisan ilmiah, tulisan popular, dan tulisan fiktif. Sedangkan ditinjau dari isi dan sifatnya, tulisan terdiri atas naratif, deskriftif, ekspositorik, persuasif, dan argumentatif.
d. Hakikat Pantun
Hal-hal yang dibahas dalam hakikat pantun dalam penelitian ini adalah pengertian pantun, ciri-ciri pantun dan jenis-jenis pantun serta manfaat pantun bagi siswa sekolah dasar.

1)        Pengertian Pantun

Berikut ini pendapat-pendapat mengenai pengertian pantun:

a)      Pantun adalah puisi Indonesia, biasanya terdiri dari empat baris yang bersajak a-b-a-b, setiap baris biasanya terdiri atas 4 kata, baris pertama dan baris kedua untuk sampiran, baris ketiga dan keempat merupakan isi (Kamus Besar Bahasa Indonesia)
b)      Pantun merupakan bentuk puisi lama yang asli berasal dari Indonesia dan merupakan jenis puisi tertua. Dari segi bahasa pantun berarti ibarat, seperti, umpama atau laksana (Asrifin 2008: 22);
c)      Pantun  diambil  dari  Bahasa  Sansekerta  berarti  paribahasa  yang  artinya  perumpamaan (Rizal 2010: 11).
Berdasarkan pendapat-pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa pantun merupakan karya sastra yang termasuk dalam bentuk puisi lama asli Indonesia yang berarti mengatur atau menyusun suatu perumpamaan.
2)        Ciri-ciri Pantun
Ciri-ciri pantun adalah aturan yang digunakan dalam membuat pantun. Berikut ini ciri-ciri pantun yang dijadikan acuan dalam penelitian ini:

a)      Setiap baris terdiri dari 8-10 suku kata;
b)      Setiap bait terdiri dari 4 baris;
c)      Setiap bait paling banyak terdiri dari 4 kata.
d)     Baris satu dan dua dinamakan sampiran, baris tiga dan empat dinamakan isi.
e)      Mementingkan rima akhir disebut a-b-a-b (Rizal 2010: 14)

 Menurut Zaidan Hendy (1990), pantun mempunyai ciri-ciri sebagai berikut.
a)      tiap bait terdiri atas empat baris kalimat.
b)      tiap baris terdiri atas 4-6 kata atau 8-12 suku kata,
c)      baris pertama dan kedua disebut sampiran dan baris ketiga dan keempat disebut isi, sampiran melukiskan alam dan kehidupan sedangkan isi pantun berkenaan dengan maksud pemantun.
d)     bersajak silang atau a-b-a-b, artinya bunyi akhir baris pertama sama dengan bunyi akhir baris ketiga dan bunyi akhir baris kedua sama dengan bunyi akhir baris keempat.
e)      pantun digunakan untuk pergaulan. Maka pantun selalu berisikan curahan perasaan, buah pikiran, kehendak, kenangan dan sebagainya.
f)       tiap bait pantun selalu dapat berdiri sendiri, kecuali pada pantun berkait.
g)      pantun yang baik, bermutu ada hubungannya antara sampiran dan isi.
Contoh:
Air dalam bertambah dalam,
hujan di hulu belum lagi teduh.
Hati dendam bertambah dendam,
dendam dahulu belum lagi sembuh.
Hubungan antara sampiran dan isi yang tampak pada pantun di atas ialah sama-sama melukiskan keadaan yang makin menghebat. Pantun yang kurang bermutu, menurut Zaidan, yang diciptakan oleh kebanyakan, umumnya tidak ada hubungan antara sampiran dan isi.
Contoh:          
Buah pinang buah belimbing,
ketiga dengan buah mangga.
Sungguh senang beristri sumbing,
biar marah tertawa juga.
Sebait pantun di atas tidak menunjukkan adanya hubungan antara sampiran dan isi, kecuali adanya persamaan bunyi. Sedangkan menurut para sastrawan luar negeri, ada dua pendapat mengenai hubungan antara sampiran dan isi pantun. Pendapat pertama dikemukakan oleh H.C. Klinkert pada tahun 1868 yang menyebutkan bahwa, antara sampiran dan isi terdapat hubungan makna. Pendapat ini dipertegas kembali oleh Pijnappel pada tahun 1883 yang mengatakan bahwa, hubungan antara keduanya bukan hanya dalam tataran makna, tapi juga bunyi. Bisa dikatakan jika sampiran sebenarnya membayangkan isi pantun. Pendapat ini dibantah oleh van Ophuysen yang mengatakan bahwa, sia-sia mencari hubungan antara sampiran dan isi pantun. Menurutnya, yang muncul pertama kali dibenak seseorang adalah isi, baru kemudian dicari sampirannya agar bersajak. Dalam perkembangannya, Hooykas kemudian memadukan dua pendapat ini dengan mengatakan bahwa, pada pantun yang baik, terdapat hubungan makna tersembunyi dalam sampiran, sedangkan pada pantun yang kurang baik, hubungan tersebut semata-mata hanya untuk keperluan persamaan bunyi. Pendapat Hooykas ini sejalan dengan pendapat Dr. (HC) Tenas Effendy yang menyebut pantun yang baik dengan sebutan pantun sempurna atau penuh, dan pantun yang kurang baik dengan sebutan pantun tak penuh atau tak sempurna. Karena sampiran dan isi sama-sama mengandung makna yang dalam (berisi), maka kemudian dikatakan, “sampiran dapat menjadi isi, dan isi dapat menjadi sampiran
Menurut Zulfahnur dkk (1996), sebait pantun terikat oleh beberapa syarat: 1) bilangan baris tiap bait adalah empat, bersajak AB-AB, 2) banyak suku katanya tiap baris 8-12, umumnya 10 suku kata, 3) pantun umumnya mempunyai sajak akhir, tetapi ada juga yang bersajak awal atau bersajak tengah.
Menurut Sumiati Budiman (1987), ada beberapa syarat yang mengikat pantun, yaitu: 1) setiap bait terdiri atas empat bait, 2) setiap baris terdiri atas 4 patah kata, atau 8 – 12 suku kata, 3) baris pertama dan kedua merupakan sampiran, baris ketiga dan keempat merupakan isi, 4) berima a b a b, 5) antara sampiran dan isi terdapat hubungan yang erat.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa Pantun adalah bentuk puisi yang terdiri atas empat baris yang bersajak bersilih dua-dua (pola ab-ab), dan biasanya, tiap baris terdiri atas empat perkataan. Dua baris pertama disebut sampiran (pembayang), sedangkan dua baris berikutnya disebut isi pantun. Antara sampiran dan isi terdapat hubungan yang saling berkaitan. Oleh karena itu, tidak boleh membuat sampiran asal jadi hanya untuk menyamakan bunyi baris pertama dengan baris ketiga dan baris kedua dengan baris keempat. (http://bissastra.blogspot.co.id/2009/04/ciri-dan-cara-menulis-pantun.html diakses pad 14 November 2015)
3). Cara Menulis Pantun
Untuk menulis pantun, hal yang harus diperhatikan ialah membuat topik atau tema terlebih dahulu, sama halnya jika hendak membuat karangan yang lain. Tema dalam penulisan pantun sangat penting sekali, karena dengan tema pantun-pantun yang dibuat oleh siswa akan lebih terarah kepada sesuatu maksud yang diharapkan. Dan juga tidak akan merebak kemana-mana, yang akhirnya dapat mendatangkan masalah. Memang diakui, adanya sedikit pengekangan kreativitas bagi siswa dalam menulis pantun, jika menggunakan tema yang sempit. Oleh karena itu, guru harus lebih bijaksana dalam memilih tema yang didalamnya dapat mengandung atau mencakup berbagai permasalahan keseharian. Tema yang cocok diberikan dalam proses pembelajaran misalnya saja berkaitan dengan masalah politik, sosial budaya, percintaan, dan kehidupan keluraga. Misalnya, tema tentang sosial budaya dengan mengambil topik soal kebersihan kota atau masalah sampah. Hal pertama yang harus dilakukan ialah membuat isinya terlebih dahulu. Untuk membuat isi harus diingat bahwa pantun terdiri atas empat baris. Dua baris pertama sampiran, dan dua baris berikutnya ialah isi. Jadi, soal sampah tersebut dapat disusun dalam dua baris kalimat, yang setiap baris kalimatnya terdiri atas empat perkataan dan berkisar antara 8 sampai 12 suku kata.
Kemungkinan jika dibuatkan kalimat biasa, boleh jadi kalimatnya cukup panjang. Misalnya: ”Dikota yang semakin ramai dan berkembang ini, ternyata mempunyai masalah lain yang sangat terkait dengan masalah kesehatan warganya, yaitu sampah yang berserakan di mana-mana  dan seterusnya.”
Pengertian dari kalimat di atas mungkin bisa lebih panjang, namun hal tersebut dapat diringkas dalam dua baris kalimat isi sebagai berikut.
Jika sampah dibiarkan berserak,
penyakit diundang, masalah datang.
Disinilah kelebihan pantun, dapat meringkas kalimat yang panjang, tanpa harus kehilangan makna atau arti sebuah kalimat yang ditulis panjang-panjang.
Jika isi pantun sudah didapatkan, langkah selanjutnya ialah membuat sampirannya. Walau kata kedua dari suku akhir baris isi pertama dan kedua diberi tanda tebal. Namun jangan hal itu yang menjadi perhatian, tapi justru yang harus diperhatikan ialah pada suku akhir dari kata keempat baris pertama dan kedua, yaitu rak dan tang, sebab yang hendak dicari ialah sajaknya atau persamaan bunyi.
Sebuah pantun yang baik, suku akhir kata kedua sampiran pertama bersajak dengan suku akhir kata kedua dari isi yang pertama. Apalagi suku akhir kata keempat dari sampiran pertama seharusnya bersajak dengan suku akhir kata keempat isi pertama, karena disinilah nilai persajakan dalam pantun itu yaitu baris pertama sama dengan baris ketiga dan baris kedua sama dengan baris keempat.
Tetapi kalau dibuat sekaligus, takut terlalu sulit menyusunnya. Memang tidak sedikit kata-kata yang bersuku akhir pah, misalnya pelepah, sampah, nipah, tempah, terompah, dan sebagainya. Begitupun suku kata yang akhirannya dang, misalnya udang, sedang, ladang, kandang, bidang, tendang, dan sebagainya. Kalaupun sulit untuk mencari kata yang bersuku akhir pah, masih ada jalan lain yaitu dengan membuang huruf p nya, dan mengambil ah nya saja. Begitupun dengan dang, buang huruf d nya, sehingga yang tertinggal hanya ang nya. Tapi jangan sampai dibuang a nya juga, sehingga hanya tinggal ng nya saja karena hal tersebut dapat menghilangkan sajaknya. Begitupun untuk suku akhir dari kata rak dan tang yang menjadi tujuan.
Kata yang bersuku akhir rak dan tang dalam kosa kata bahasa Indonesia cukup banyak, misalnya untuk kata rak, yaitu kerak, jarak, marak, serak, gerak, merak, arak, dan sebagainya. Sedangkan untuk kata tang, yaitu hutang, pantang, batang, petang, lantang, dan sebagainya. Sekarang baru membuat sampiran pertama dan kedua dengan mencari kalimat yang suku akhir kata keempatnya adalah rak dan tang. Misalnya:
Cantik sungguh si burung merak,
terbang rendah di waktu petang.
Kemudian antara sampiran dan isi baru disatukan menjadi;
Cantik sungguh si burung merak,
terbang rendah di waktu petang.
Jika sampah dibiarkan berserak,
penyakit diundang, masalah datang.
Jika menginginkan suku akhir kata kedua baris pertama dengan suku akhir kata kedua dari baris ketiga bersajak juga. Begitupun dengan suku akhir kata kedua baris kedua dengan suku akhir kata kedua baris keempat bersajak agar terlihat lebih indah bunyinya, maka sampirannya harus diubah, menjadi;
Daun nipah jangan diarak,
bawa ke ladang di waktu petang.
Jika sampah dibiarkan berserak,
penyakit diundang, masalah datang.
Demikian halnya jika membuat pantun teka-teki. Misalnya membuat teka-teki tentang parut, salah satu alat dapur yang berfungsi untuk memarut kelapa guna diambil santannya. Jika diperhatikan dengan teliti ada keanehan mengenai cara kerja parut, hal inilah yang dapat mengilhami kepada semua orang untuk membuat teka-teki, yaitu mata parut yang sedemikian banyak itu, cukup tajam. Daging kelapa yang sudah disediakan, dirapatkan ke mata parut, lalu digerakkkan dari atas ke bawah sambil ditekan. Dari pergerakan itu semua, seperti layaknya orang menyapu, dapat dilihat, daging kelapa itu tertinggal diantara mata parut. Ada terus. Semakin gerakan menyapu dilakukan, dagimg kelapa itu semakin banyak dimata-mata parut. Logikanya, orang menyapu tentu lantai akan menjadi bersih, tetapi sebaliknya sangat berbeda dengan bidang bangun parut. Semakin disapu, semakin kotor karena banyaknya daging kelapa yang menyangkut dimata parut. Dari sini dapat dibuatkan inti pantunnya, yaitu Semakin disapu, semakin kotor.
Tugas selanjutnya ialah membuat sampiran. Untuk membuat sampiran, boleh membuat yang sederhana, yaitu hanya untuk mencari persamaan bunyi (bersajak) tanpa mengindahkan makna atau arti atau keterkaitan dengan isi seolah satu kesatuan kalimat yang saling mendukung. Jika ingin membuat sampiran yang sederhana, hal yang dilakukan ialah mencari kosa kata yang bersuku akhir tor atau paling tidak or. Misalnya kantor, setor, dan motor. Jika sudah mendapatkan kosa kata untuk membuat akhiran pantun yang sesuai dengan kata kotor, langkah selanjutnya ialah menentukan letak inti pertanyaannya. Apakah diletakkan dibaris ketiga atau baris keempat. Jika diletakkan pada baris ketiga, kalimat baris keempat dapat dibuat sebagai berikut: apakah itu, cobalah terka. Sehingga hasilnya menjadi:
Semakin disapu, semakin kotor,
Apakah itu, cobalah terka.
Sekarang barulah mencari sampirannya. Suku akhir tor atau or dari kata kotor dapat diambil salah satu saja, misalnya kata kantor, kemudian tinggal mencari suku kata yang berakhir ka dari kata terka, yang merupakan kata terakhir dari baris terakhir. Untuk kata yang bersuku akhir ka, dalam kosa kata bahasa Indonesia cukup banyak, misalnya bingka, ketika, sangka, nangka, dan luka. Misalnya diambil kata bingka. Sekarang kata kantor dan bingka baru dijadikan sampiran, menjadi:
pagi-pagi pergi ke kantor,
singgah ke warung beli bingka.
Kemudian antara sampiran dan isi baru disatukan, hasilnya menjadi:
pagi-pagi pergi ke kantor,
singgah ke warung beli bingka.
Semakin disapu, semakin kotor,
Apakah itu, cobalah terka.
Jadilah pantun teka-teki. Dan jawaban pantun teka-teki itu, tentulah parutan kelapa. Jika inti pertanyaan diletakkan pada baris keempat, kalimat baris ketiga sebagai berikut: Jika pandai kenapa bodoh. Sehingga hasilnya menjadi:
Jika pandai kenapa bodoh,
Semakin disapu, semakin kotor.
Langkah selanjutnya ialah membuat sampirannya agar lengkap menjadi sebait pantun. Suku akhir kata kantor yang bersajak dengan kata kotor dapat digunakan lagi, sekarang tinggal mencari suku akhir doh, yang akan bersajak dengan kata bodoh. Misalnya kata jodoh sehingga jika dibuatkan sampirannya, menjadi:
Ramai-ramai mencari jodoh,
mencari jodoh sampai ke kantor.
Langkah terakhir baru disatukan antara isi dan sampirannya sehingga menjadi:
Ramai-ramai mencari jodoh,
mencari jodoh sampai ke kantor.
Jika pandai kenapa bodoh,
Semakin disapu, semakin kotor.
Dan jawaban dari pantun teka-teki tersebut tentunya ialah parutan kelapa. Jika diperhatikan sampirannya dari keempat contoh pantun di atas, memang terasa kurang kuat dan terkesan memaksakan kata-kata hanya untuk mencari persamaan bunyi sehingga kalimat sampirannya tidak mempunyai keutuhan arti. Tetapi hal ini tidak dianggap salah, hanya mutunya dianggap kurang.
Namun, jika dilihat dari pantun-pantun pusaka yang ada, bahwa tidak semua pantun pusaka tersebut dikatakan sempurna atau tinggi mutunya, terkadang ada yang setipa barisnya tidak terdiri atas empat perkataan tetapi hanya tiga perkataan atau ada lima perkataan. Selain itu juga, masih banyak pantun-pantun yang betul-betul hanya mengutamakan persamaan bunyi, padahal tidak bersajak. Seperti kata lintah dengan cinta pada pantun berikut ini.
Dari mana datangnya Lintah,
dari sawah turun ke kali
Dari mana datangnya cinta,
dari mata turun ke hati.
Sepintas lalu terdengar sama-sama berakhiran ta, tapi jika diamati benar barulah terasa bedanya antara bunyi tah dengan ta itu. Yang satu terdengar lebih tebal atau kental dan yang satu terasa ringan. Demikianlah pantun-pantun yang banyak terlihat, jika dirasakan banyak sekali kekurangannya. Namun, hal itu tidak menjadi masalah justru menjadi canda gurauan, tidak ada niat untuk mengecilkan hati apalagi mencemooh. Begitu benar, sesungguhnya jiwa melayu yang terdapat dalam filosofi pantun tidak suka untuk saling menyakiti apalagi sampai melukai. Begitu indah pantun bagi kehidupan orang melayu khususnya dan bagsa Indonesia umumnya yang telah mendarah daging dalam jiwa dan raga. (http://bissastra.blogspot.co.id/2009/04/ciri-dan-cara-menulis-pantun.html diakses 14 November 2015).
2.      Model Pembelajaran Examples non Examples
a.       Hakikat Model Examples non Examples
Model pembelajaran Examples non Examples termasuk kedalam model pembelajaran kooperatif. Pembelajaran kooperatif memiliki beberapa variasi model yang dapat diterapkan oleh guru dalam melaksanakan proses belajar mengajar dikelas salah satunya melalui penerapan model Examples non Examples. Menurut Buehl (dalam Apariani dkk, 2010:20) menjelaskan bahwa “Examples non Examples adalah taktik yang dapat digunakan untuk mengajarkan definisi konsep”.  Taktik ini bertujuan untuk mempersiapkan siswa secara cepat dengan menggunakan 2 hal yang terdiri dari Examples non Examples dari suatu definisi konsep yang ada dan meminta siswa untuk mengklasifikasikan keduanya sesuai dengan konsep yang ada.  Examples memberikan gambaran akan sesuatu yang menjadi contoh akan suatu materi yang sedang dibahas, sedangkan non Examples memberikan gambaran akan sesuatu yang bukanlah contoh dari suatu materi yang sedang dibahas. Model Pembelajaran Example non Example atau juga biasa di sebut Example and non Example merupakan model pembelajaran yang menggunakan gambar sebagai media pembelajaran.
Sejalan dengan pendapat Hamdani (2011:94) yang menyatakan  bahwa “model Examples non Examples adalah metode belajar yang mnggunakan contoh-contoh. Contoh-contoh dapat diperoleh dari kasus atau gambar yang relevan dengan KD”. Hal tersebut juga diungkapkan Huda (2013:234) bahwa “model Examples non Examples merupakan strategi pembelajaran yang menggunakan gambar sebagai media untuk menyampaikan materi pelajaran”. Media dalam pembelajaran merupakan sumber yang digunakan dalam proses belajar mengajar. Manfaat media ini adalah untuk membantu guru dalam proses mengajar, mendekati situasi dengan keadaan yang sesungguhnya. Dengan media diharapkan proses belajar dan mengajar lebih komunikatif dan menarik.
Salah satu proses belajar mengajar adalah penggunan media gambar yang merupakan salah satu alat yang digunakan dalam proses belajar mengajar sehingga dapat membantu mendorong siswa lebih melatih diri dalam mengembangkan pola pikirnya. Dengan menerapkan media gambar diharapkan dalam pembelajaran dapat bermanfaat secara fungsional bagi semua siswa. Sehingga dalam kegiatan pembelajaran siswa diharapkan akan aktif termotivasi untuk belajar. Dengan memusatkan perhatian siswa terhadap Examples non Examples diharapkan akan dapat mendorong siswa untuk menuju pemahaman yang lebih dalam mengenai materi yang ada.
Model pembelajaran Examples non Examples biasanya lebih dominan digunakan di kelas tinggi, namun dapat juga digunakan di kelas rendah dengan menekankan aspek psikoligis dan tingkat perkembangan siswa kelas rendah seperti;
1). kemampuan berbahasa tulis dan lisan, 
2). kemampuan analisis ringan, dan 
3). kemampuan berinteraksi dengan siswa lainnya. 
Penggunaan model Examples non Examples betujuan untuk mendorong siswa agar berpikir kritis dengan memecahkan permasalahan-permasalahan yang termuat dalam contoh-contoh atau gambar yang disajikan. Berdasarkan pendapat ahliyang dikemukakan di atas maka, dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran Examples non Examples merupakan sebuah model pembelajaran yang dalam menyampaikan konsep atau materi pembelajarannya didesain dengan menggunakan media yang berisi beberapa contoh, gambar atau kasus yang relevan dan sesuai dengan kompetensi dasar. Selain itu model pembelajaran Examples non Examples bertujuan mendorong siswa untuk belajar berfikir kritis dengan jalan memecahkan permasalahan-permasalahan yang terkandung dalam contoh-contoh gambar yang disajikan.
b.      Langkah-langkah Model Pembelajaran Examples non Examples
Proses belajar mengajar yang terlaksana di dalam  kelas pada umumnya dapat menimbulkan rasa bosan siswa ketika pembelajaran yang dilaksanakan berkesan terlalu prosedural. Artinya, guru melaksanakan pembelajaran secara sistematis sementara keadaan seperti ini umumnya tidak diinginkan siswa. Dalam pelaksanaannya menurut Hamdani (2013:94), model pembelajaran Examples non Examples memiliki beberapa tahapan atau langkah-langkah yaitu sebagai berikut.
1)   Guru mempersiapkan gambar-gambar sesuai dengan tujuan pembelajaran.
2)   Guru menempelkan gambar di papan atau ditayangkan melalui OHP.
3)   Guru memberi petunjuk dan memberi kesempatan kepada siswa untuk memerhatikan atau menganalisis gambar.
4)   Melalui diskusi kelompok 2-3 orang siswa, hasil diskusi dari analisis gambar tersebut dicatat pada kertas.
5)   Setiap kelompok diberi kesempatan membacakan hasil diskusinya.
6)   Mulai dari komentar atau hasil diskusi siswa, guru mulai menjelaskan materi sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai.
7)   Kesimpulan.
Langkah-langkah pelaksanaan pembelajaran menulis pantun melalui penerapan model Examples non Examples telah penulis modifikasi sesuai dengan materi pembelajaran yang akan disampaikan. Adapun langkah-langkah tersebut sebagai berikut.
1)   Guru menyampaikan materi pembelajaran.
2)   Guru menyampaikan tujuan pembelajaran.
3)   Guru memberikan apersepsi.
4)   Guru membagi siswa dalam kelompok beranggotakan 2-3 orang siswa secara heterogen.
5)   Guru menempelkan contoh-contoh pantun maupun surat resmi di papan tulis atau ditayangkan melalui LCD/OHP.
6)   Guru mengarahkan masing-masing kelompok untuk berdiskusi membedakan contoh pantun yang diberikan kemudian hasil diskusi ditulis pada kertas.
7)   Guru meminta salah satu kelompok mempresentasikan hasil diskusinya sementara kelompok lain sebagai penyangga dan penanya.
8)   Guru memberikan tugas kepada masing-masing kelompok untuk membuat pantun yang berbeda namun tetap memperhatikan tata cara membuat pantun.
9)   Guru mengarahkan agar setiap kelompok saling bertukar hasil kerjaanya yang dibuat untuk dikoreksi sesuai rubrik penilaian yang disepakati.
10)    Guru memberikan penguatan pada hasil diskusi.
11)    Guru bersama siswa menyimpulkan hasil pembelajaran.
c.       Kelebihan dan Kekurangan Model Pembelajaran Examples non Examples
Penggunaan model pembelajaran Examples non Examples juga terdapat kelebihan dan kekurangan. Seperti yang kemukakan Hamdani (2011:94) bahwa terdapat beberapa kelebihan dan kekurangan model pembelajaran Examples non Examples yaitu sebagai berikut.
1)   Kelebihan Model Pembelajaran Examples non Examples
a)    siswa lebih kritis dalam menganalisis gambar atau materi yang disajikan.
b)   Siswa mengetahui aplikasi dari materi berupa contoh gambar.
c)    Siswa diberi kesempatan untuk mengemukakan pendapatnya.

2)      Kekurangan Model Pembelajaran Examples non Examples
a)    Tidak semua materi dapat disajikan dalam bentuk gambar.
b)   Memakan waktu yang lama.

d.   Pembelajaran Menulis Pantun Melalui Penerapan Model Examples non Examples
Pembelajaran menulis pantun melalui penerapan model Examples non Examples merupakan suatu upaya yang dilakuka peneliti bersama guru dengan harapan dapat memperbaiki masalah yang terjadi dalam pembelajaran menulis pantun di kelas VIII C SMP Negeri 7 Singkawang. Dalam penggunaan model pembelajaran kooperatif dalam pembelajaran menulis pantun lebih ditekankan pada strategi belajar, artinya melalui pembelajaran kooperatif model Examples non Examples, siswa dibimbing untuk memahami materi pembelajaran menulis pantun yang berisi contoh-contoh yang disajikan dan ditayangkan  kepada siswa melalui media OHP atau LCD.
Belajar secara berkelompok dalam pembelajaran kooperatif model Examples non Examples menuntut para siswa untuk memiliki kemampuan yang baik dalam berkomunikasi maupun dalam keterampilan proses kelompok. Selain itu siswa juga dituntut agar berperan aktif dalam proses pembelajaran. Siswa akan dibimbing dan dilatih untuk memiliki rasa tanggung jawab terhadap keberhasilan kelompoknya dan dapat bekerja sama dengan baik, sehingga setiap siswa yang tergabung dalam satu kelompok dapat menguasai materi pembelajaran.
Kesuksesan implementasi dari model pembelajaran Examples non Exmples menuntut pelatihan dalam kemampuan komunikasi dan sosial. Peran guru juga sangat dituntut untuk membimbing para siswa selama proses pembelajaran berlangsung. Dalam hal ini guru bertindak sebagai fasilitator untuk mengawasi setiap kelompok dalam mengelola tugasnya, dan memberikan penjelasan kepada kelompok yang mengalami kesulitan dalam menyelesaikan tugasnya dan kelompok yang masih belum paham tentang materi yang dipelajari. Selain itu guru juga harus bisa meyakinkan dan mengingatkan setiap kelompok bahwa dalam pembelajaran menulis pantun melalui penerapan model pembelajaran Examples non Examples, keberhasilan kelompok dinilai dari kerja sama yang baik dan nilai kelompok sangat ditentukan oleh nilai setiap anggota kelompok. Hal ini dilakukan agar timbul motivasi dalam diri siswa untuk mau bekerja sama dan saling bertukar pendapat antar anggota kelompok, sehingga tidak ada siswa yang hanya sekedar mencantumkan namanya dalam anggota kelompok namun tidak sungguh-sungguh dalam bekerja dan belajar. Dengan demikian setiap siswa diharapkan dapat bertanggung jawab dan meyakinkan bahwa setiap kelompoknya sudah menguasai materi pembelajaran.
Berikut ini adalah langkah-langkah pembelajaran menulis pantun melalui penerapan model Examples non Examples.
1)      Guru menyampaikan materi pembelajaran.
2)      Guru menyampaikan tujuan pembelajaran.
3)      Guru memberikan apersepsi.
4)      Guru membagi siswa dalam kelompok beranggotakan 2-3 orang siswa secara heterogen.
5)      Guru menempelkan contoh-contoh pantun di papan tulis atau ditayangkan melalui LCD/OHP.
6)        Guru mengarahkan masing-masing kelompok untuk berdiskusi membedakan tiap contoh pantun yang ditampilkan kemudian hasil diskusi ditulis pada kertas.
7)        Guru meminta salah satu kelompok mempresentasikan hasil .diskusinya sementara kelompok lain sebagai penyangga dan penanya.
8)        Guru memberikan tugas kepada masing-masing kelompok untuk membuat pantun yang berbeda namun tetap memperhatikan tata cara membuat pantun.
9)        Guru mengarahkan agar setiap kelompok saling bertukar hasil kerja yang dibuat untuk dikoreksi sesuai rubrik penilaian yang disepakati.
10)    Guru memberikan penguatan pada hasil diskusi.
11)    Guru bersama siswa menyimpulkan hasil pembelajaran
Berdasarkan langkah-langkah tersebut, melalui penerapan model pembelajaran Examples non Examples diharapkan dapat meningkatkan kualitas proses belajar siswa khususnya dalam pembelajaran menulis pantun. Selain itu, diharapkan juga agar siswa lebih aktif dalam proses belajar mengajar agar dapat meningkatkan keterampilan menulis pantun melalui proses belajar secara berkelompok.
K.    Metodologi Penelitian
1.      Setting Penelitian
       Menurut Suwandi (2011:59) “Setting penelitian mengacu pada tempat dan waktu penelitian”. Adapun tempat dan waktu penelitian ini akan dijabarkan sebagai berikut.
d.      Tempat Penelitian 
Penelitian ini dilakukan di Sekolah Menengah Pertama Negeri 7 Singkawang pada kelas VII C semester I. Pemilihan tempat penelitian tersebut didasarkan pada pertimbangan yaitu: peneliti menemukan beberapa masalah yang selama ini dihadapi guru dalam proses pembelajaran menulis pantun. Masalah yang pertama yaitu rendahnya keterampilan siswa dalam menulis pantun, kedua kurangnya keaktifan siswa untuk terlibat dalam proses pembelajaran menulis pantun, ketiga kurangnya perhatian siswa terhadap pembelajaran menulis pantun, dan keempat kurangnya kemauan dan keseriusan siswa untuk belajar secara berkelompok. Pertimbangan selanjutnya peneliti menemukan beberapa masalah yang muncul dalam proses pembelajaran menulis pantun di kelas VII C SMP Negeri 7 Singkawang disebabkan oleh beberapa faktor. Faktor tersebut antara lain ketidak tepatan guru dalam memilih model pembelajaran dan penggunaan media pembelajaran belum digunakan dengan maksimal.   
e.       Waktu Penelitian
Waktu penelitian dilaksanakan selama enam bulan yang dimulai dari persiapan penelitian hingga waktu pelaksanaan penelitian dari bulan Agustus 2015 sampai dengan bulan November 2015.
2.      Metode Penelitian
     Suatu penelitian yang dilakukan tentunya memiliki tujuan yang ingin dicapai, untuk mencapai tujuan penelitian dan memperoleh manfaat penelitian sebagaimana yang telah dirumuskan perlu dipilih metode penelitian yang tepat. Sugiyono (2012:3) mengungkapkan “metode penelitian merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu”.  Zuldafrial, (2012: 220) menyatakan bahwa “metode merupakan suatu jalan, petunjuk pelaksanaan, atau petunjuk praktis suatu penelitian dilakukan”.  Metode penelitian yang digunakan yaitu metode deskriptif. Metode deskriptif digunakan untuk menggambarkan peristiwa dalam pelaksanaan proses pembelajaran sehingga dapat dijadikan keterangan mengenai peristiwa yang terjadi.
 Metode deskriptif. Arikunto dkk, (2014:26) mengungkapkan bahwa:
Metode deskriptif merupakan metode yang dimaksudkan untuk mengumpulkan informasi atau data tentang fenomena yang diteliti, misalnya kondisi sesuatu atau kejadian, disertai dengan informasi tentang faktor penyebab sehingga muncul kejadian yang dideskripsikan secara rinci, urut, dan jujur.

Metode deskriptif juga didefinisikan oleh Nawawi (2012:67)  yang menjelaskan bahwa:
Metode dekriptif dapat diartikan sebagai prosedur pemecahan masalah yang diselidiki dengan menggambarkan/melukiskan keadaan/obyek penelitian (seseorang, lembaga masyarakat, dan lain-lain) pada saat sekarang berdasarkan fakta-fakta yang tampak atau sebagaimana adanya.

Berdasarkan pendapat di atas maka dapat disimpulkan bahwa metode penelitian adalah suatu kegiatan penelitian yang dilakukan dengan cara mengumpulkan data melalui observasi langsung terhadap subjek yang menjadi sasaran penelitian. Melalui metode ini peneliti menggunakan metode deskriptif untuk menggambarkan keadaan atau peristiwa pada saat berlangsungnya suatu penelitian.
3.      Bentuk Penelitian
Bentuk penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah bentuk penelitian kualitatif dalam penelitian  tindakan kelas (Classrom Action Research). Dikatakan bentuk penelitian kualitatif karena penelitian ini tidak didasarkan atas analisis statistik, data yang dikumpulkan adalah data deskriptif berupa kata-kata lisan, tulisan serta prilaku subjek yang diamati dan pengumpulan datanya sangat bergantung pada proses pengamatan peneliti. Zuldafrial dan Lahir, (2012:21). Hopkins (dalam Sarwiji Suwandi, 2011:10) menyatakan bahwa “penelitian tindakan adalah kajian sistematik tentang upaya meningkatkan mutu praktik pendidikan oleh sekelompok masyarakat melalui tindakan praktis yang mereka lakukan dan melalui refleksi atas hasil tindakan tersebut”. Menurut Arikunto dkk, 2014:57) mengungkapkan bahwa penelitian tindakan kelas (classroom action research) adalah “penelitian yang dilakukan oleh guru bekerja sama dengan peneliti (atau dilakukan oleh guru sendiri yang juga bertindak sebagai peneliti) di kelas atau di sekolah tempat ia mengajar dengan penekanan pada penyempurnaan atau peningkatan proses dan praktis pembelajaran”. Arikunto dkk, (2014:60) juga menyatakan bahwa tujuan penelitian tindakan kelas adalah “untuk memperbaiki berbagai persoalan nyata dan praktis dalam peningkatan mutu pembelajaran di kelas yang dialami langsung dalam interaksi antara guru dengan siswa yang sedang belajar”
Melalui beberapa pendapat tersebut maka dapat disimpulkan bahwa penelitian tindakan kelas adalah suatu penelitian ilmiah yang dilakukan guru bersama peneliti yang dilakukan dengan cara berkolaborasi untuk menigkatkan mutu pembelajaran yang dilakukan melalui refleksi terhadap tindakan-tindakan yang dilakukan pada saat proses pembelajaran. Tindakan tersebut dilakukan yaitu untuk meningkatkan keterampilan menulis pantun melalui penerapan model examples non examples, dan untuk meningkatkan hal tersebut dimulai dari proses perencanaan, pelaksanaan, pengamatan, dan refleksi dalam kegiatan penelitian. 
4.      Rancangan Penelitian
     Rancangan penelitian yang dipergunakan adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Penelitian Tindakan Kelas (PTK) ini merupakan upaya untuk mengkaji apa yang terjadi dan telah dihasilkan atau belum tuntas pada langkah upaya sebelumnya. Hasil refleksi digunakan untuk mengambil langkah lebih lanjut dalam upaya mencapai tujuan penelitian. Dengan kata lain refleksi merupakan pengkajian terhadap keberhasilan atau kegagalan terhadap pencapaian tujuan tindakan pembelajaran. Adapun rancangan (desain) Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan model dari Arikunto. Berikut ini alur pelaksanaan rencana penelitian tindakan kelas yang dilaksanakan pada setiap siklus dapat dilihat pada gambar 1 sebagai berikut.



























Perencanaan

 






Refleksi
 


Siklus I
 

Pelaksanaan
 










Pengamatan
 





Perencanaan
 








Refleksi
 

Siklus II
 

Pelaksanaan

 
 



















Pengamatan
 


 



                                         

             Gambar 1. Alur Penelitian Tindakan kelas Arikunto dkk,(2014:16)
Berdasarkan gambar alur rencana  penelitian tindakan kelas di atas, pada setiap siklus mencakup empat tahap, yaitu perencanaan, pelaksanaan tindakan, observasi, dan refleksi. Berikut akan dijelaskan mengenai proses pelaksanaan penelitian tindakan kelas pada setiap siklus.

a.       Siklus I
1)      Perencanaan
Pada tahap perencanaan tindakan ada beberapa persiapan yang perlu dilakukan. Persiapan yang dilakukan meliputi pembuatan rencana pelaksanaan pembelajaran menulis pantun, menyiapkan media pembelajaran, menyiapkan instrumen tes yang akan diujikan dalam tes menulis pantun, menyiapkan pedoman penilaian untuk menilai tes menulis pantun, menyiapkan instrumen nontes berupa pedoman observasi dan alat dokumentasi yang akan digunakan untuk memotret pelaksanaan pembelajaran serta pedoman wawancara, kemudian pembentukan kelompok belajar siswa.

2)      Pelaksanaan
 Pelaksanaan atau pemberian tindakan pada kelas VII C Sekolah Menengah Pertama Negeri 7 Singkawang dilaksanakan setelah melakukan pra siklus. Tahap pelaksanaan ini dilakukan secara kolaborasi antara guru dan peneliti. 
3)      Observasi
Observasi dilaksanakan selama proses pembelajaran berlangsung sebagai penunjang data kualitatif yang diperolah selama proses pembelajaran berlangsung. Aspek yang di amati pada saat proses pembelajaran berlangsung mulai dari membuka pelajaran hingga berakhirnya proses pembelajaran yang dilakukan guru mata pelajaran Bahasa Indonesia, sedangkan aspek yang diamati pada siswa mulai dari kesiapan siswa menerima pelajaran hingga berakhirnya proses pembelajaran.
4)      Refleksi
          Berdasarkan hasil observasi maka tahap selanjutnya melakukan refleksi terhadap hasil pada siklus I untuk melihat kekurangan dan kelebihan yang terjadi.
b.      Siklus II
1). Perencanaan
 Perencanaan pada siklus II yaitu membuat perencanaan pembelajaran berdasarkan hasil refleksi siklus pertama bersama guru Bahasa Indonesia.
2). Pelaksanaan
Pelaksanaan penelitian pada kelas VII C Sekolah Menengah Pertama Negeri 7 Singkawang pada minggu berikutnya dengan berkolaborasi dengan guru mata pelajaran Bahasa Indonesia serta. Pada tahap pelaksanaan siklus II ini lebih ditingkatkan pada aspek-aspek yang merupakan kekurangan pada siklus I.


3). Observasi
Observasi dan evaluasi dilaksanakan selama proses pembelajaran berlangsung sebagai penunjang data kualitatif yang diperoleh selama proses pembelajaran berlangsung. Pada tahap observasi siklus II lebih dititik beratkan pada kekurangan hasil observasi dan evaluasi yang terdapat pada siklus I.
4). Refleksi
Tahap refleksi dilakukan setelah proses pembelajaran selesai Kekurangan yang muncul akan diperbaiki pada siklus selanjutnya. Jika proses pemberian tindakan sudah mencapai titik jenuh maka siklus dapat dihentikan
5.      Sumber data dan data
a.       Sumber Data
Sumber data dalam penelitian ini diperoleh dari berbagai sumber yaitu sebagai berikut:
1)   Guru mata pelajaran Bahasa Indonesia kelas VII C SMP Negeri 7 Singkawang, sebagai pengimplementasi keberhasilan pembelajaran melalui penerapan model Examples non Examples.
2)   Siswa kelas VII C SMP Negeri 7 Singkawang, yang berjumlah 36 siswa terdiri dari siswa laki-laki dan perempuan, untuk mendapatkan data mengenai hasil belajar dan aktivitas siswa dalam proses pembelajaran.
3)      Dokumen atau arsip yang mencakup catatan hasil belajar, portofolio, kurikulum, Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), dan foto kegiatan proses pembelajaran yang berlangsung.
b.      Data
Data dalam penelitian ini terdiri atas dua data yang nantinya sekaligus menjadi fokus penelitian. Data yang dimaksud adalah proses pelaksanaan pembelajaran menulis pantu dan hasil belajar siswa melalui penerapan model Examples non Examples. Data penelitian ini akan diperoleh secara langsung dari proses pembelajaran menulis pantun melalui penerapan model Examples non Examples pada siswa kelas VII C SMP Negeri 7 Singkawang.
6.      Teknik dan Alat Pengumpul data
a.       Teknik Pengumpul Data
Teknik pengumpul data merupakan cara yang digunakan oleh peneliti untuk mengumpul data. Data adalah segala fakta atau keterangan yang dijadikan bahan untuk menyusun informasi. Zuldafrial (2009:45) menyebutkan ada 6 (enam) macam teknik penelitian yaitu sebagai berikut.
1)     Teknik observasi langsung
2)     Teknik observasi tidak langsung
3)     Teknik komunikasi langsung
4)     Teknik komunikasi tidak langsung
5)     Teknik studi dokumenter
6)     Teknik pengukuran

Teknik pengumpulan data yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah teknik observasi langsung, komunikasi langsung, studi dokumentasi, dan pengukuran. Berikut akan dijelaskan mengenai teknik pengumpulan data tersebut.
1)      Teknik Observasi Langsung
Teknik observasi langsung menurut Ismawati (2010:98) adalah “kegiatan pengamatan terhadap suatu objek dengan menggunakan seluruh alat indera manusia, yakni melalui penglihatan, penciuman, pendengaran, peraba dan pengecap”. Pengamatan itu dilakukan terhadap guru ketika melaksanakan kegiatan belajar mengajar di kelas maupun kinerja siswa selama proses belajar mengajar berlangsung. (Suwandi, 2011:61). Sedangkan menurut Sukmadinata (2012:220) mendefinisikan bahwa  “observasi merupakan suatu teknik atau cara mengumpulkan data dengan jalan mengadakan pengamatan terhadap kegiatan yang sedang berlangsung”. Kegiatan tersebut bisa berkenaan dengan cara guru mengajar, maupun respon siswa dalam belajar.
2)      Teknik Komunikasi Langsung
Teknik komunikasi langsung adalah suatu tindakan yang dilakukan untuk memperoleh data atau informasi yang diperlukan dalam penelitian. Menurut Zuldafrial (2009:46) mengungkapkan teknik komunikasi langsung adalah “suatu metode pengumpulan data dimana si peneliti langsung berhadapan dengan subjek penelitian untuk mendapatkan data atau informasi yang diperlukan dengan cara melakukan komunikasi langsung dengan subjek penelitian atau responden”. Sedangkan Nawawi (2012:101) mendefinisikan teknik komunikasi langsung adalah “cara pengumpulan data yang mengharuskan seorang peneliti mengadakan kontak langsung secara lisan atau tatap muka (face to face) dengan sumber data, baik dalam situasi yang sebenarnya maupun dalam situasi yang sengaja dibuat untuk keperluan tersebut”.
Berdasarkan definisi di atas, teknik komunikasi langsung dalam penelitian ini adalah teknik yang dilakukan dengan cara berdialog atau berkomunikasi langsung dengan narasumber. Data yang diperoleh peneliti melalui teknik komunikasi langsung ini berkenaan dengan penerapan model Examples non Examples untuk meningkatkan keterampilan menulis pantun pada siswa.
3)      Teknik Studi Dokumenter
Teknik dokumentasi digunakan sebagai teknik pengumpulan data selanjutnya. Menurut  Sugiyono, (2012:329) mengungkapkan bahwa “dokumen merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu”. Dokumen bisa berbentuk tulisan, gambar, atau karya-karya monumental dari seseorang”. Sedangkan Sukmadinata (2012:221) mengungkapkan “studi dokumenter merupakan suatu teknik pengumpulan data dengan menghimpun dan menganalisis dokumen-dokumen, baik dokumen tertulis, gambar maupun elektronik”.
Data dokumentasi yang digunakan peneliti dalam rencana penelitian ini adalah berupa silabus, rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP), dan dokumentasi dalam bentuk gambar yaitu foto kegiatan guru dan siswa pada saat proses kegiatan belajar mengajar berlangsung, khususnya dalam menulis pantun melalui penerapan model Examples non Examples serta dokumen lainnya seperti perangkat mengajar dan hasil kerja siswa.
4)      Teknik Pengukuran
Teknik pengukuran digunakan untuk memberikan tes pada siswa dengan maksud agar peneliti dapat mengumpulkan data yang berkaitan dengan hasil belajar siswa setelah mengikuti proses pembelajaran menulis pantun melalui penerapan model Examples non Examples.
b.      Alat Pengumpul Data
Berdasarkan teknik pengumpul data di atas, maka alat pengumpul data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.
1). Panduan Observasi
Alat pengumpul data berupa panduan observasi berisikan sejumlah daftar jenis kegiatan yang mungkin timbul akan diamati. Dalam proses observasi pengamat memberi tanda (√) pada kolom tempat peristiwa muncul gejala yang diobservasi (Zuldafrial, 2009:316).
2). Panduan Wawancara
Wawancara atau interview digunakan sebagai alat pengumpul data selanjutnya. Menurut Ismawati (2011:97) wawancara adalah “sebuah dialog yang dilakukan oleh pewawancara untuk memperoleh informasi dari terwawancara”. Zuldafrial (2009:53) mengungkapkan “wawancara merupakan suatu teknik pengumpulan data dengan jalan mengadakan komunikasi dengan sumber data atau responden”. Wawancara dilakukan setelah dan atas dasar hasil pengamatan dikelas maupun kajian dokumen Suwandi (2011:62).
3). Tes
Tes adalah serentetan pertanyaan atau latihan atau alat lain yang digunakan untuk mengukur keterampilan, pengetahuan, intelegensi, kemampuan atau bakat yang dimiliki oleh individu atau kelompok Arikunto, (dalam Ismawati, 2010:90). Pemberian tes dimaksudkan untuk mengukur sebarapa jauh hasil yang diperoleh siswa setelah kegiatan pemberian tindakan. Dengan kata lain, tes disusun dan dilakukan untuk mengetahui tingkat perkembangan keterampilan menulis siswa khususnya menulis pantun sesuai dengan siklus yang ada.
4). Dokumentasi
Dokumen-dokumen yang dimaksud adalah berupa dokumen pribadi siswa,  silabus, RPP, dan foto-foto saat proses pelaksanaan pembelajaran berlangsung.
7.      Teknik Analisis Data
Teknik analisis data merupakan cara yang yang digunakan peneliti untuk menganalisis data. Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu teknik  deskriptif komparatif dan teknik analisis kritis.
c.    Teknik  Deskriptif Komparatif
Teknik deskriptif komparatif digunakan untuk data kuantitatif. Suwandi (2011:65) mengungkapkan bahwa “Teknik deskriptif komparatif digunakan untuk data kuantitatif, yakni dengan membandingkan hasil antar siklus”. Peneliti membandingkan hasil sebelum penelitian dengan hasil akhir setiap siklus. Data kuantitaif dipakai untuk menganalisi data yang diperoleh dari hasil menulis pantun pada siklus I dan siklus II. Hasil pemberian tes dari masing-masing siklus tersebut kemudian dianalisis. Berikut akan dijelaskan mengenai langkah perhitungannya.
a.       Merekap skor yang diperoleh siswa
b.      Menghitung skor komulatif dari seluruh aspek
c.       Menghitung skor rata-rata


                                            N

                                    Mean (X) = Jumlah nilai rata-rata  (
                                    Jumlah Subjek (N)
                                    (Darmadi, 2011:300)

Kriteria penilaian:
90-100 = Sangat baik
80-89   = Baik
70-79   = Cukup
60-69   = Kurang
50-59   = Sangat Kurang
(Arikunto, 2010:319)

Hasil perhitungan dari masing-masing siklus kemudian dibandingkan. Melalui perhitungan ini akan diketahui persentase peningkatan keterampilan menulis pantun melalui penerapan model pembelajaran Examples non Examples.
d.   Teknik Analisis Kritis
Teknik analisis kritis digunakan untuk data kualitatif. Suwandi (2011:66) mengungkapkan “teknik analisis kritis mencakup kegiatan untuk mengungkapkan kelemahan dan kelebihan kinerja siswa dan guru dalam proses belajar mengajar berdasarkan kriteria normatif yang diturunkan dari kajian teoretis maupun dari ketentuan yang ada”. Hasil analisis tersebut dijadikan dasar dalam menyusun perencanaan tindakan untuk tahap berikutnya sesuai dengan siklus yang ada. Analisis data dilakukan bersamaan atau setelah pengumpulan data. Melalui analisis data kualitatif ini dapat diketahui peningkatan proses pembelajaran dan hasil pembelajaran melalui penerapan model Examples non Examples.



DAFTAR PUSTAKA

Apriani, dkk. (2010). Implementasi Model Pembelajaran Examples non Examples. Sumedang: FKIP PGMI. IKIP PGRI SUMEDANG.

Arikunto, S., dkk. (2014). Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: PT Bumi Aksara.
Darmadi, H. (2011). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfabeta.
Finoza, L. (2008). Komposisi Bahasa Indonesia. Jakarta: Diksi Insan Mulia.
Hamdani. (2011). Strategi Belajar Mengajar. Bandung: CV Pustaka Setia.
Huda, M. (2014). Cooperative Learning. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
                 . (2013). Model-Model Pengajaran dan Pembelajaran.Yogyakarta: Pustaka Belajar.

Ismawati, E. (2011). Metode Penelitian Pendidikan Bahasa dan Sastra. Surakarta: Yuma Pustaka.

Nawawi, H. (2012). Metode Penelitian Bidang Sosial. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.

Nurgiyantoro, B. (2010). Penilaian Pembelajaran Bahasa berbasis Kompetensi. Yogyakarta: BPFE.

Nurjamal, D., dkk. (2011). Terampil berbahasa. Bandung: Alfabeta.
Pusat pembinaan Bahasa Departemen Pendidikan nasional RI. (2010). Panduan EYD dan Tata Bahasa Indonesia. Jakarta Selatan: Trans Media Puskata.

Slavin, R.E. (2010). Cooperative Learning. Bandung Nusa Media.
Sugiyono.(2012). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfabeta.
Sukmadinata, N.S. (2012). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Suwandi, S. (2011). Penelitian Tindakan Kelas (PTK) & Penulisan karya Ilmiah. Surakarta: Yuma Pustaka.

Tarigan, G. H. (2008). Menulis Sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa. Bandung: Angkasa.

Zainurrahman. (2013). Menulis dari Teori Hingga Praktik. Bandung: Alfabeta.
Zuldafrial. (2009). Pendekatan Penelitian dan teknik penulisan karya ilmiah. Pontianak: Pustaka Abuya.

Zuldafrial dan Lahir. M . (2012). Penelitian Kualitatif. Surakarta: Yuma Pustaka.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar